Sabtu, 07 Juli 2012

Remasin Pantatku Dong Mas dengan Tangan Jahil Kamu

Belahan pepek yang anda lihat ini apakah anda selera? wahhh pasti deh,kalau anda tidak suka berarti anda tidak normal sama sekali,wkwkwkwk emang gitu toh
Belahan Memek
Belahan Memek
Belahan Memek
Belahan Memek
Belahan Memek

Jumat, 06 Juli 2012

Perpisahan Yang Mengesankan


Akhirnya sampailah pada batas bahwa kita mesti mengakhiri suatu hal dan memulai dengan yang baru. Demikian aku dalam sekolah, SMU kulalui dan segera kumasuki Universitas. Meski demikian selalu ada yang membuat kita tak bisa meninggalkan kenangan yang pernah kita goreskan tak peduli dimana, seperti juga disekolahku, teman-temanku, dsb. dsb. Melankolis banget, tapi itu fakta, tak bisa dipungkiri lagi, sorry kata-kata itu aku dapat dari Mas Gigis, teman sekosan di Solo.

Ceritanya begini, kebiasan sekolah, yang lebih tepat dilakukan sebagai keselaluan, karena selalu dilakukan setelah lulus, yaitu perpisahan sekolah, tak peduli pakai pesta atau tidak, ramai-ramai atau sederhana, pasti sekolah manapun melakukannya. Demikian juga sekolahku, bahkan setelah pesta meriah di sekolah tiap-tiap kelas membikin pesta tersendiri untuk masing-masing kelas. Kelasku lumayan juga rupanya, hanya dengan modal dana iuran kelas yang selalu ditarik tiap bulan dapat digunakan pesta di sebuah Villa, bukan menyewa sih, tapi gratisan milik Vera, temanku yang paling kaya.

Setelah teman sekelas yang jumlahnya 40, tetapi yang hadir hanya 32 anak itu sudah berkumpul di Villanya Vera Minggu, pukul 14.00, acara pun dimulai, dihadiri walikelas kami, satu persatu acara dilangsungkan. Satu jam pertama diisi dengan acara seremonial yang menjemukan, disusul acara makan dan santai sambung rasa sampai dua jam berikutnya. Kemudian acara hiburan yang khusus dimainkan oleh kami-kami sendiri selama satu jam. Tepat pukul 18.00 istirahat sebentar sebelum acara konyol dan ngocol yaitu perlombaan-perlombaan gila. Ini juga karena sudah pamit pulangnya walikelas, sehingga praktis acara makin bebas karena tidak ada yang mengawasi lagi.

Begitu acara lomba dimulai sepertinya akan banyak kejadian yang tak terduga yang akan terjadi, wajarlah anak-anak muda. Dan benar saja, acara yang disuguhkan benar-benar gila, seperti cewek-cowok penampilan paling keren, cewek berbibir terseksi, cewek dengan payudara terindah, cewek dengan betis terindah, juga cowok dengan kelamin terbesar, cewek-cowok terseksi dan cewek-cowok dengan adegan paling panas yaitu tarian tererotik.

Bisa dibayangkan bagaimana suasana yang terjadi saat itu, meski semuanya belum tentu setuju terhadap acara-acara yang berlangsung, tetapi kita sepakat untuk yang terakhir kali bertemu semua bersedia memeriahkan acara demi acara. Bahkan disela-sela acara acara ada saja yang mencuri kesempatan, seperti ciuman atau adegan pelukan mesra bahkan saling meraba atau memang sengaja untuk merangsang membangkitkan gairah karena memang dibutuhkan untuk penampilan perlombaan, sehingga membuat acara benar-benar memanas karena gelora anak anak muda yang sedang bergairah.

Setelah acara lomba itu sebenarnya adalah pesta kolam renang, tapi sebelumnya diumumkan pemenang perlombaan yang penilaian berdasarkan pilihan terfavorit dari kita-kita sendiri. Lumayan, aku dapat satu gelar, cowok terseksi, cewek terseksi dimenangkan sang ketua, Nova, bibir terseksi dimenangkan Vera, si tuan rumah, cewek-cowok berpenampilan paling keren didapat Deni dan Nita, sepasang kekasih, yang malam itu benar-benar kompak dan serasi penampilannya, cewek dengan betis terindah jadi milik Tika yang masih ada darah bulenya, cewek dengan payudara terindah dimenangkan Desy, dan pemenang kategori cowok dengan kelamin terbesar adalah Fery, yang sampai-sampai celana dalamnya gak muat, sedangkan pemenang lomba paling hot yaitu tarian tererotis dimenangkan oleh pasangan kekasih, Erik dan Sinta yang waktu itu benar-benar gila karena mereka dengan beraninya berduet telanjang bulat menari-nari seiring lagu-lagu latin yang diputarkan. Benar-benar acara yang sangat meriah.

Bahkan acara pesta kolam renang yang sebenarnya hanya acara santai dengan makan atau sekedar minum di kolam renang sambil ngobrol-ngobrol, jadi seru setelah Nova membacakan pengumuman itu dari pinggir kolam sedangkan yang lain berada di air. Tetapi karena banyak teman-teman yang norak dengan melepaskan pakaian mereka dan berenang tanpa pakaian, sehingga membuat suasana jadi riuh penuh jeritan dan benar-benar gila, Melihat gelagat yang menjurus ke pesta sex, seperti itu sang ketua memberi peringatan dan beberapa persyaratan yang mesti dipatuhi, diantaranya adalah tidak boleh ada pemaksaan seksual, tidak boleh membahayakan teman yang lain, Kalau terjadi hubungan seks sebisa mungkin memakai kondom, dan yang terakir sperma tidak boleh dikeluarkan disembarang tempat lebih-lebih dikeluarkan dalam vagina, jika dilakukan Sang ketua mengancam dengan hukuman berat. Nova pun mengambilkan dua baskom kaca besar dari dalam rumah dan diletakkan di ujung kolam renang sebagai tempat sperma. Setelah itu dia mengatakan merubah acara pesta kolam renang menjadi acara bebas.

Semua yang diair langsung bersorak-sorai, hingga ada yang melempar CD atau BH mereka keatas, mereka pun ada yang langsung naik dari air untuk mencari tempat yang enak untuk berkencan, bagi yang tak ingin terlibat melakukan seks memilih tetap didalam air atau diatas pelampung sambil minum atau makan atau duduk-duduk dipinggir kolam atau memilih jalan-jalan saja melihat-lihat apa yang teman lakukan, sambil ngobrol ngalor ngidul mengomentari apa yang mereka lakukan, seperti yang aku lakukan sama Fery. Kadang kami juga ikutan menyemangati mereka meski setelah itu bahu kami terangkat tanda aneh saja atas perilaku mereka.

Tak lama berselang sudah terlihat adegan-adegan porno, yang paling ringan adalah beberapa teman sekadar menari-nari sambil telanjang tidak cewek tidak cowok sama saja atau ada yang berjejeran duduk dipinggir kolam sambil onani bareng-bareng, kadang mereka berganti tangan memegangi kontol sehingga terlihat lucu, tapi itu tak berlangsung lama karena satu persatu berlarian ke baskom megeluarkan sperma mereka.

Terlihat juga Rio yang tiduran di kursi jemur di oral oleh Tika sedangkan dari belakang Dedy mengocokkan kontolnya penuh semangat di memeknya, tak ketinggalan Nova dan Vera yang memainkan gaya Lesbian, Erik dan Sinta juga tak mau kalah, mereka melakukan seks diatas pelampung, mereka memainkan banyak gaya diatas pelampung ditonton banyak teman-temannya, juga ada Anna yang tergeletak di lantai membiarkan tubuhnya dikerubuti beberapa cowok, tapi Anna tidak memperbolehkan vaginanya dimasuki penis teman-teman cowok, atau Ivan yang bagai seorang Raja, tubuh bulenya dijilati dan digerayangi beberapa cewek, jadi lucu karena baru beberapa menit dia harus berlari ke baskom karena Nina mengocok kontolnya terlalu keras sehingga dia tidak bisa menahan spermanya keluar, bahkan Aldi dan Rendy berani beradegan homo dengan saling menghisap kontol masing-masing dan melakukan seks lewat anus secara bergantian. Atau adegan yang ditunjukkan oleh Rina dengan memperbolehkan teman-temannya yang cowok untuk mencoba vaginanya sampai puas, mungkin ini adegan yang dianggap paling gila, tapi ini tidak berlangsung lama karena dia keburu kelelahan karena melayani lima orang secara bergantian.

Aku dan Fery hanya berputar-putar melihat yang teman-teman lakukan, sambil geleng-geleng kepala. Pokoknya adegan yang ada di blue film sebagain besar terjadi di Villa itu. Mereka yang melakukan terlihat senang, dan yang melihatpun senang meski kadang sambil berjeritan atau menelan ludah. Tapi akhirnya Fery tak tahan juga melihat Della, gadis imut pujaan hatinya memintanya mengoralnya, Fery pun setuju, setelah memuaskannya nafsunya tak terbendung, dengan setengah berlari dia menuju ke baskom terdekat dan memuncratkan spermanya disana.

Setelah suasana agak mereda, tak disangka-sangka para cewek berkumpul dan kembali ke pinggir kolam renang dengan membawa dua baskom kaca besar yang berisi cairan sperma. Acaranya adalah adu cepat mengeluarkan sperma bagi cowok dengan dirangsang oleh cewek, pasangan ditentukan dengan cara diundi, bagi yang kalah mendapat hukuman meminum sperma yang ada baskom masing-masing satu sendok makan ditambah meneruskan sampai keluar sperma, wuh gila. Kebetulan banget jumlah kami yang datang pas berpasangan, sebenarnya jumlahnya 40 anak, 16 cewek dan 24 cowok, tetapi karena 8 cowok tidak hadir karena harus mengikuti tes TNI atau sekolah yang lebih dulu tes.

Undian dimulai, tampil perdana adalah Deni dan Desy lawan Fery dan Cindy, Cindy tak begitu sulit mengeluarkan spermanya Fery untuk mengalahkan Deny dan Desy, karena Deny sudah habis-habisan mengeluarkan spermanya bersama Nita, sedang Fery hanya sekali keluar sperma, alhasil duet Deny dan Desy harus meneguk sperma dari baskom. Disusul Riko dan Nita lawan Erik dan Sinta, Riko menang mudah karena selama pesta dia tidak mengeluarkan spermanya ditambah faktor Nita yang pengalaman, bahkan dengan beberapa kali kocokan saja dari Nita, Riko sudah tidak bisa menahan spermanya muncrat, sementara Sinta meski mengerahkan segala cara kesulitan mengeluarkan sperma pacarnya tersebut, baru sesaat lomba hampir selesai sperma Erik keluar juga.

Kemudian Ivan dan Nina dan lawan Rendy dan Della, ini merupakan pertarungan paling lama karena Ivan dan Rendy sama-sama sudah mengeluarkan sperma, Ivan keluar waktu kontolnya dikocok sama banyak cewek di kursi sedangkan Rendy saat main sama Aldy tapi akhirnya Ivan memenangi pertarungan meski dalam jarak waktu yang hampir bersamaan, karena Nina yang memang naksir Ivan tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan Ivan, bahkan sesaat setelah tanda dimulai Nina langsung mengulum penis Ivan dan menghisapnya dalam-dalam sehingga Ivan benar-benar mati kutu dan keluar sperma.

Berikutnya Aldy dan Anna lawan Aku dan Rina, aku jelas yakin menang karena aku selama pesta belum keluar sperma meski kontolku terasa berkedut-kedut terus menyaksikan perilaku teman-teman, makanya aku beri isyarat pada Rina agar santai saja, gak usah pake vagina ataupun dioral penisku pasti keluar sperma dengan cepat sementara Aldy sudah main sama Rendy sedangkan Anna agak merasa jijik terhadap Aldy karena homo, sehingga membuat mereka berdua harus minum sperma dari baskom karena kalah.

Setelah itu Dedy dan Nova lawan Alfin dan Silvi, seharusnya Alfin dan Silvi yang menang karena Alfin belum keluar sperma sama sekali, tetapi keduanya grogi karena baru pertama kali melakukan yang seperti ini bahkan kontol Alfin sulit tegang meski akhirnya keluar juga tapi mereka harus minum sperma dulu, sementara meski Dedy sudah main dan keluar sperma beberapa kali, tetapi Nova tak kehabisan akal, dari pertama dia langsung tancap gas dengan melakukan oral terhadap kontol Dedy yang hitam itu hingga harus keluar sperma untuk ketiga kalinya.

Kemudian Tommy dan Tika lawan Rio dan Vera, ini adalah pertarungan yang sangat ketat, karena Tommy dan Rio hanya sekali keluar sperma waktu onani dipinggir kolam, sedangkan Tika dan Vera sama berpengalaman memainkan kontol, sehingga jadi seru, bahkan Tika dan Vera merelakan kontol Tommy dan Rio masuk ke memeknya demi kemenangan, tapi akhirnya Vera memenangkanya dengan gaya berkuda menaklukkan kontol Rio untuk memuncratkan spermanya dan menang, karena Tika yang sudah kelelahan main dengan Dedy dan Rio hanya pasrah menggunakan gaya missionaris yang mengharuskan Tommy yang bekerja keras sendirian, meski keluar sperma, keduanya harus minum sperma, Tommy sempat muntah-muntah saat minum sperma gara-gara jijik, tapi karena sudah ada perjanjian dia terpaksa harus minum.

Selanjutnya adalah partai cepat karena keempatnya pasangan ini, cowoknya adalah anak-anak baik, sehingga tidak keluar sperma selama pesta. Para laki-laki ini hanya sebagai pemandu sorak saja istilahnya, meskipun ceweknya juga sama sekali belum pernah main-main dengan kelamin laki-laki, tetapi agresifitas merekalah yang membuat menang melawan pasangan lawan, Robin dan Reza menang atas Niko dan Fina, sedangkan Andi dan Ira kalah dari Adi dan Dewi, meski hanya selisih beberapa detik.

Lomba selesai dan menyisakan kelelahan dipihak cowok dan meninggalkan banyak sperma dalam baskom. Tapi begitu dikatakan selesai oleh ketua, para cowok protes, karena pihak cewek semua sudah tahu dan melihat seperti apa kontol mereka, bahkan pernah memeganginya, tetapi pihak cewek belum tentu pernah mendapat perlakuan sama dari cowok.

Akhirnya agar adil diputuskan pasangan undian tadi boleh berganti posisi, cowok boleh merangsang balik si cewek sampai puas, dari sini hanya Erik dan Sinta yang tidak melakukannya karena sudah benar-benar kecapekan bermain dengan pacarnya tersebut. Sedangkan pasangan dadakan yang akhirnya melakukan seks adalah Ivan dan Nina, Ivan yang sedianya hanya melakukan oral terhadap vaginanya Nina akhirnya memasukkan juga penisnya karena tak tahan godaan yang dilakukan Nina. Terlihat Nina begitu senangnya, begitu pula Ivan yang terlihat puas meski agak kecapaian.

Setelah semua kecapekan, satu persatu membersihkan diri dan berkemas. Acara pesta perpisahan itu diakhiri makan bersama, Pukul 23.00 kami membubarkan diri, pulang dengan membawa kenangan masing-masing.

Anton Yang Buas 1


Namaku adalah Sarah Campbell. Aku sebenarnya bukan orang Indonesia asli jika anda melihat dari nama asliku. Ayahku berasal dari Australia dan ibuku juga sama halnya seperti aku. Dia juga campuran dari belanda dan Indonesia, tetapi bahasa Indonesia-nya fasih sekali tidak seperti ayahku yang hanya bisa mengerti bahasa Indonesia tetapi tidak bisa berbicara bahasa Indonesia. Aku memiliki hobby menonton film horror dan banyak sekali film favoritku yang mungkin bisa sekitar 1000 judul yang tidak bisa kuceritakan satu persatu di sini.

Wajahku cukup cantik menurut orang-orang. Menurut saudara sepupuku, wajahku mirip sekali dengan Neve Campbell dan mungkin karena itu orang tuaku memberi nama Campbell di belakang namaku atau karena ayahku bernama Campbell, aku sendiri tidak tahu. Aku memiliki tubuh berukuran 170 cm dan cukup tinggi untuk ukuran seorang perempuan, payudaraku berukuran 36B dan sungguh kontras dengan rambutku yang berwarna kuning keemasan. Banyak sekali laki-laki di kampusku yang mengejarku, mungkin karena aku satu-satunya bule di kelasku. Aku sendiri tidak tahu.

Ayahku bekerja di sebuah perusahaan finansial yang cukup terkenal di Australia dan dia sering dikirim pulang-pergi dari Australia ke Indonesia karena urusan bisnis apalagi perusahaan tempat ayahku bekerja memiliki anak perusahaan di Jakarta. Suatu hari ayahku kembali ke rumahku di Jakarta bersama salah seorang temannya yang bernama Simon. Simon adalah pimpinan ayahku dan usianya lebih tua dari ayahku, dia berusia 65 tahun sedangkan ayahku baru saja mencapai 50 tahun. Dalam kepulangannya ke Jakarta, dia membawakan film horror yang dia beli dari Sydney dalam bentuk VCD berjudul Ive been waiting for you.

Malam harinya disaat orang tuaku sudah tidur, aku masih tidak bisa nonton karena aku masih penasaran dengan film horror yang dibeli ayahku. Karena penasaran ingin menonton, aku keluar kamarku dan mulai mendekati VCD yang kuletakkan di meja makan dan mulai menyetel film tersebut. Menit demi menit kulalui menonton film horror itu. Suasana hati yang dicekam oleh film horror membuatku sangat kaget apalagi disaat ada sebuah tangan yang menyentuh bahuku sehingga membuatku menahan nafas dan aku ingin sekali berteriak tetapi dengan secepat kilat, tangan itu menutup mulutku dan disaat aku menepis tangan itu dan aku kaget ketika melihat bahwa tangan itu adalah milik Mr.Simon, pimpinan di perusahaan dimana ayahku bekerja.

Ketika aku memperlihatkan wajah kesal kepadanya, dia hanya berkata kepadaku Ive been waiting for you, Sarah dan seolah-olah menirukan apa yang diucapkan oleh salah seorang karakter di dalam film horror tersebut. Aku semakin kesal karena dia mencoba menakut-nakutiku apalagi ditambah dengan suara suara background dari film yang sedang kutonton di depan mataku sehingga aku hanya membiarkan dia dan kembali menonton film yang dibeli oleh ayahku.

Akhirnya aku bersama Mr.Simon menonton film tersebut dan setiap kali ada adegan yang mengejutkanku, aku sempat tidak sengaja memeluk Mr.Simon yang duduk di sebelahku. Nampaknya Mr.Simon ini melihat ketidaksengajaanku ini sebagai suatu kesempatan. Mr.Simon tiba-tiba memelukku dan mencoba menciumiku. Tentu saja aku meronta-ronta sampai tak beberapa lama dia berhasil memagut bibirku dan menciuminya dengan ganas. Wibawa Mr.Simon dan ciuman-ciumannya yang ganas membuatku terangsang dan mulai mengikuti permainannya dan membiarkan film horror yang terus berjalan. Dia mulai meraba buah dadaku yang membuat hatiku berdesir. Kemudian dia berhenti mengulum bibirku dan mulai membuka baju yang kukenakan, diciuminya bagian tengah dadaku, sambil melepas tali BH yang kukenakan. Kemudian dia mulai menggigit-gigit buah dadaku yang cukup montok.

Dia melanjutkan aksinya dengan terus-menerus mencium, meraba dan menggigit kedua buah dadaku. Sambil meremasi buah dadaku, dia melepaskan rok yang kukenakan dan meraba pahaku, jantungku makin berdesir dan aku makin terangsang. Kemudian dia membuka celana dalamku dan mulai mencium serta menjilat cairan yang keluar dari sana. Aku semakin mendesah dan dengan refleks kuraba-raba sendiri buah dadaku. Sensasi yang timbul saat itu benar-benar sangat luar biasa. Tidak pernah kurasakan hal seperti ini dengan Anton, kekasihku yang satu kampus denganku sendiri.

Setelah itu Mr.Simon membuka celananya dan mengeluarkan batang kemaluannya yang sudah berdiri tegak dan dia mencoba memasukkannya ke dalam liang kewanitaanku. Setengah sadar aku berteriak memohon padanya untuk jangan melakukan itu karena aku akan merasa berdosa, karena aku berprinsip untuk mempersembahkan keperawananku hanya pada suamiku. Tapi Mr.Simon tidak menghiraukannya dan memasukkan batang kemaluannya dengan kasar. Aku berteriak kesakitan, sementara dia hanya mengeluh keenakan dan memuji-muji liang senggamaku dengan berkata, Ohh.. enak Sarahh.. sempit sekali.. ohh.. sempitt sekali..! Akhirnya aku kembali tenggelam dalam kenikmatan, tiap kocokan batang kemaluannya itu kunikmati dengan erangan nikmat yang keluar dari mulutku. Sesekali dia memberikan ciuman yang dalam kepadaku, yang benar-benar kunikmati. Akhir dari semua itu adalah ketika aku mencapai kepuasanku dan baru kusadari bahwa film VCD yang aku telah tonton mesti diganti dengan disk satunya lagi untuk mendapatkan keseluruhan cerita.

Dunia serasa terbalik, aku menangisi nasibku ini, tapi Mr.Simon hanya bisa menghiburku dan berjanji akan membereskan semuanya, tetapi apa yang mesti kubicarakan kepada Anton kekasihku yang sangat kusayangi itu karena sekarang kesucianku telah direbut oleh mitra kerja ayahku yang usianya jauh di atasku itu. Kemudian aku secara resmi menjadi kekasih gelap Mr.Simon. Tiap kali Mr.Simon menginginkanku, setiap kali dia mengunjungi Jakarta untuk urusan bisnis ataupun travel biasa, dia akan menelponku dan mengajakku kencan di hotel di luar kota. Tiap kali aku diberinya imbalah seribu Australian dollar. Suatu hal yang aku syukuri dan sekaligus aku merasa jijik, karena aku merasa seperti seorang pelacur.

Aku semakin lama semakin benci dengan Mr.Simon karena dia terus mengejarku baik siang ataupun malam. Bahkan di suatu hari ketika aku sedang berkencan dengan Anton, dia merusak kencan makan malamku dengan Anton dengan datang ke restaurant dimana kita sedang berkencan dan menampar Anton di depan semua orang yang sedang makan sehingga aku menjadi marah dengannya dan menampar balik Mr.Simon di depan orang banyak. Melihat itu, Mr.Simon marah bercampur malu dan meninggalkan restaurant itu. Beberapa hari kemudian, Anton ditemukan tewas dimobilnya dan menurut keterangan polisi dia mengalami kecelakaan karena pengaruh ecstacy yang ditegaknya. Mendengar itu aku langsung tidak percaya karena aku mengenal Anton dan dia tidak akan melakukan hal itu semua dan aku percaya bahwa semua ini adalah akal busuk Mr.Simon yang ingin memiliki aku.

Setelah masa 100 hari kematian kekasihku, Mr.Simon mengawiniku secara paksa, hal yang menurutnya adalah penebusan dari dosa-dosa yang dia lakukan terhadapku. Sebenarnya aku sudah ingin bunuh diri saja, tetapi Mr.Simon mengancam jika aku mati, maka orang tuaku juga mati.

Hari demi hari berlalu dan kulewatkan sebagai istri Mr.Simon. Walaupun kami sudah resmi menjadi suami istri dan dia selalu bisa memuaskan kebutuhan batinku dari hari ke hari tetapi kebencianku terhadapnya tidak pernah berkurang. Hal ini berpengaruh dengan nafsu seks-ku dengan Mr.Simon. Aku menjadi tidak bergairah dengannya dan aku selalu melampiaskan nafsuku hanya dengan masturbasi sambil melihat foto almarhum kekasihku yang selalu kusimpan di dalam dompet yang tidak pernah kupakai.

Suatu hari, aku dibelikan seperangkat desktop oleh suamiku yang sangat kubenci dan dia juga memberiku paket Internet. Hal ini dilakukan dengan alasan supaya aku tidak bosan di rumah sewaktu dia bekerja. Aku sadar bahwa semua ini dilakukan agar dia bisa memiliki banyak waktu untuk bersenang-senang dengan wanita lain tanpa sepengetahuanku. Setelah komputer berada di rumahku, dengan pengetahuan komputerku yang sangat minim, aku memainkan mouse-ku dan akhirnya tanpa kusadari, aku masuk ke dalam website www.Rumah Seks. Dan berikutnya aku mulai membaca cerita itu dari awal. Paragraf demi paragraf tak terasa kulalui. Luar biasa! Aku begitu terlena dan terpesona oleh cerita itu. Begitu halus, begitu artistik! Dengan piawainya si penulis menyeret diriku perlahan-lahan ke alam khayal yang sangat membangkitkan birahi. Ia bagaikan nakhoda kapal yang dengan ahlinya membawa penumpangnya menelusuri sungai tanpa goncangan dan perlahan-lahan tanpa disadari si penumpang telah berada di tengah-tengah gelombang lautan birahi.

Ketika tuntas membaca cerita itu, tak kusadari tanganku sudah berada di dibawah dan mendekap selangkanganku dengan nafas terengah. Gila, pikirku. Belum pernah aku terangsang dengan hebat seperti ini.

Hari-hari berikutnya kulalui dengan setiap malam membaca cerita-cerita di dalam situs Seks lagi. Dan setiap kali itu pula sesudahnya akupun tak dapat tidur dengan cepat dan aku selalu mengakhirinya dengan masturbasi tanpa sepengetahuan suamiku, Mr. Simon. Aku berhari-hari termenung dan memikirkan perubahan yang terjadi dalam diriku. Sepertinya tak masuk akal bagi diriku. Bagaimana mungkin aku dapat terseret ke dalam pikiran nafsu hanya dari sebuah cerita.

Akhirnya dengan perasaan ragu kutulis sebuah email ke salah satu penulis cerita yang kupilih secara random. Ia mencantumkan alamat emailnya di akhir cerita. Aku hanya menuliskan sebuah komentar singkat yang memuji kualitas cerita yang dibuatnya, sambil berharap dalam hati semoga ia tak membalas dengan sebuah junk email.

Beberapa hari kemudian ia membalas email-ku, sembari meminta maaf karena tak dapat membalas dengan cepat. Kebalikan dari yang kuragukan, ternyata ia sangat sopan sekali dan berterima kasih atas apresiasiku terhadap ceritanya. Diakhir email-nya ia menanyakan identitasku lebih jauh, sembari menyebutkan kalau dirinya berada di kota Surabaya. Ia mengaku berusia 31 tahun dan berwiraswasta dengan sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang ekspor barang kerajinan. Kubalas email-nya. Dan hari-hari berikutnya pun kami mulai berteman dalam dunia internet. Kualitas komunikasi kami semakin meningkat ketika ia menyarankan untuk memasang software ICQ di komputerku dan berikutnya akhirnya aku hampir tiap hari ber-chatting ria dengannya.

Bermacam-macam topik pembicaraan yang kami lakukan. Soal pekerjaan dan dunia bisnis, soal politik dan lain sebagainya. Ia benar-benar menampakkan kualitas seorang lelaki, setiap pembicaraan kami selalu berlangsung dengan intens. Ia berwawasan sangat luas, tak pernah satu topik pembicaraan pun yang tak dapat dilayaninya. Pantas cerita yang ditulisnya bermutu, pikirku. Terus terang didalam menulis cerita ini aku banyak diilhami oleh gaya penulisannya.Dan yang sangat kukagumi, sampai sejauh itu tak pernah satu kalipun ia memulai pembicaraan yang mengarah ke persoalan seks. Namun ketika aku memancingnya, iapun dengan lancar membawaku ke dalam sex jokes dan bahkan sesekali ia melakukan seducting dengan tanpa kusadari. Ia memang piawai dalam soal verbal.

Suatu hari ia menawariku untuk bertemu. Hatiku berdebar tak karuan, baru pertama kali ini ia melakukan suatu dengan memulainya. Tentu saja aku menyambutnya dengan gembira. Ia mengatakan jika ada sebuah pesta ulang tahun adik perempuannya di sebuah villa pada hari Minggu dan ia mengundangku untuk hadir. Diberikannya nomor handphone adiknya dengan maksud supaya kuyakin, walaupun ia mengatakan itu agar aku bisa dipandu untuk memudahkan menemukan villa tersebut. Pada hari yang dijanjikan aku datang ke villa tersebut tanpa sepengetahuan suamiku karena suamiku berada di Miami sekarang untuk jangka waktu 1 bulan sehingga aku menganggap ini sebagai suatu kebetulan.

Anton Yang Buas 2

Di villa itu banyak sekali yang datang dan suatu ketika datanglah seorang laki-laki yang cukup tampan dan tegap menghampiriku sambil menggandeng seorang wanita. Dia memperkenalkan diri sebagai teman e-mail dan ICQku selama ini, dia bernama Anton. Aku sungguh tidak percaya bahwa wajah dia sama persis dengan almarhum kekasihku yang sangat kusayangi. Sama persis seperti pinang dibelah dua. Aku berkenalan diri dengannya dan akhirnya dia memperkenalkan perempuan di sisinya adalah adik kandungnya yang dia ceritakan sewaktu di ICQ dan e-mail.


Akhirnya kami tertawa berdua melihat kelakuan kami masing-masing. Beginilah jadinya kalau sudah lama kenal tapi nggak tau orangnya.. candanya sambil mempersilakanku duduk kembali. Kami duduk berhadapan dan beberapa saat terdiam sambil saling menatap dan tertawa bersama lagi. Wah, pokoknya kikuk sekali deh waktu itu. Perlahan-lahan kemudian suasana kaku itu mulai mencair dan kami terlibat dalam pembicaraan yang akrab seperti halnya yang telah kami lakukan sehari-hari di internet. Ia mengajakku masuk ke dalam pesta itu. Suasananya sudah disetting seperti discotic, musik pun mulai berdentuman dan mereka satu persatu masuk ke arena dansa dan mulai bergoyang dengan segala macam gaya. Kami hanya bisa tertawa menyaksikan aneka tingkah para remaja ini. Dan ketika si DJ memutar lagu slow mereka pun berteriak, Huu.. Kuperhatikan beberapa pasangan dewasa undangan orang tuanya mulai masuk dan melantai.

Aku sedikit tergagap ketika kurasakan tanganku tiba-tiba sudah tergenggam dengan lembut. Turun yuk.., ajaknya dengan senyuman mautnya itu. Mana mungkin kutolak, batinku. Ketika aku hendak melangkah ke arena dansa, ia menggapai lenganku. Di sini aja.. tukasnya. Akhirnya kami mulai mengambil posisi di sebelah tempat kami duduk. Ia memulainya dengan menggamit lengan kiriku dan meletakkan lengannya yang lain di pinggangku. Aku segera mengatisipasinya dengan sedikit merapatkan tubuhku dan meletakkan tangan kananku di bahunya. Kami berdansa dengan mata saling berpandangan. Oh betapa syahdunya, kupuaskan diriku dengan memandang wajahnya yang memabukkan itu. Kamu cantik.. bisiknya dengan tatapan matanya yang tak pernah lepas memandangku. Pujiannya semakin membuat diriku mabuk kepayang, tak kusadari tanganku mulai meremas bahunya. Wajahnya semakin lama semakin mendekat ke wajahku, hatiku pun berdegup kencang. Dan ketika hidung kami bersentuhan, kupejamkan mataku. Tak lama kemudian kurasakan sebuah kecupan di pipi! Ahh.., keluhku dalam hati. Ia melepaskan genggaman jemarinya pada tanganku dan melingkarkannya di pinggangku.

Kurebahkan wajahku di bahunya dan menghadap ke arah lehernya, terhirup olehku aroma khas parfum lelaki dari lehernya. Kami tetap bergoyang perlahan mengikuti alunan lagu. Nyaman sekali rasanya didekap olehnya, kupejamkan mataku. Iapun tak lebih dari mendekapku. Timbul keinginan nakal dariku untuk menggodanya. Kudekatkan wajahku lebih jauh lagi ke lehernya hingga dapat kurasakan nafasku sendiri. Perlahan kuturunkan tangan kananku hingga bertengger di dadanya. Dengan perlahan dan tak kentara jemariku menelusuri dadanya hingga kutemukan puting dadanya dibalik t-shirt yang dikenakannya.

Sesaat kemudian dengan lembut dengan satu jariku kuusap-usap puting dadanya yang semakin lama semakin terasa menonjol. Ia hanya bereaksi sesaat dengan mengencangkan dekapan tangannya pada pinggangku. Tak lama kemudian kurasakan sesuatu mengganjal di bagian perut bawahku dan semakin lama ganjalan itu semakin terasa. Tetapi hebatnya hingga lagu itu usai ia tak melakukan apapun lebih dari sekedar mendekapku.

Usai berdansa, kami hanya duduk, menikmati minuman dan tak banyak berbincang, apalagi ditengahi oleh suara musik yang hingar bingar. Akhirnya kami bosan dan memilih untuk keluar dari ruangan itu. Dengan bergandengan tangan kami menyelusuri pekarangan villa yang sangat luas itu. Kami lebih banyak terdiam dan menikmati pemandangan alam. Aku sendiri sudah merasa kehabisan topik pembicaraan, kupikir sudah waktunya aku untuk pamit.

Kayaknya udah waktunya aku pulang.. biar nggak kemaleman di jalan.., kataku memecahkan keheningan di antara kami berdua.
Kamu nggak bisa lebih lama lagi di sini..? ia menatapku dengan wajah penuh harap.
Masih ada hari esok.. jawabku.
Trims yaa.. kedatangan kamu berarti sekali buatku.. ucapnya membuat hatiku berdebar.
Perlahan kemudian ia semakin mendekat dan kemudian merengkuh bahuku, membuatku jatuh dalam pelukannya. Ia menatapku dengan tatapan tajamnya yang mempesona itu. Wajahnya semakin mendekat ke wajahku. Jantungku semakim berdebar kencang, kupejamkan mataku. Sesaat kemudian kurasakan sebuah kecupan, lagi-lagi di pipi! Tak kusadari ada kekecewaan dalam hatiku, kubuka mataku, kulihat sebuah senyum tersungging di bibirnya. Namun sesaat kemudian, bagaikan bisa membaca isi hatiku ia mendaratkan ciumannya di bibirku. Ohh.., serasa lemas tubuhku.. Kupejamkan mataku menikmati ciuman lembutnya di bibirku, dunia serasa berhenti saat itu.

Aku seakan tak ingin melepaskan ciuman di bibirku, dan ketika ia melepaskan ciumannya dengan tak kusadari kedua tanganku serta merta merengkuh lehernya dan menariknya kembali untuk berciuman. Kali ini ia lebih agresif, kurasakan gerakan bibirnya semakin intens dan akupun sudah tak sanggup menahan diri lagi. Kulumat bibirnya dengan gemas. Sesaat kemudian lidahnya menerobos masuk ke dalam rongga mulutku, menyapu dengan mesra. Ahh, dengan gemas kupilin lidahnya dengan lidahku. Dengan nafas terengah-engah kami berdua menghentikan adegan ciuman panas itu. Dengan erat kupeluk dirinya, kurebahkan wajahku di dadanya dengan mata terpejam. Sampai beberapa saat kami berdua saling berdiri dan berpelukan atau malah tepatnya aku yang memeluknya, bagaikan seorang kekasih yang lama tak berjumpa. Hingga diriku tersadar dengan apa yang telah kulakukan. Ohh, betapa malunya aku saat itu, dengan gugup kulepaskan pelukanku. Tak sanggup aku menatapnya saat itu, dan mungkin saat itu wajahku sudah merah padam menahan malu. Ayo.. kuantar ke depan.. ucapnya lembut. Dengan lembut ia merengkuh bahuku ketika kami berjalan ke arah tempat mobilku terparkir. Kunaiki mobilku dan mengendarainya pulang dengan hati penuh warna.

Sesampai di rumahku, aku mendengar dari Televisi bahwa pesawat yang ditumpangi oleh suamiku sewaktu pulang dari Miami mengalami kecelakaan dan aku tersenyum simpul terhadap diriku karena aku bisa dengan bebas menemui Anton yang sangat kudambakan karena kemiripan namanya dan wajahnya yang mirip dengan almarhum kekasihku yang meninggal dahulu. Tepat ketika televisi kumatikan, Anton datang ke rumahku dan mengagetkan diriku yang masih terbengong-bengong di sofa. Anton datang ke rumahku karena dia mengaku bahwa dia ingin memulangkan saputanganku yang baru kusadari bahwa aku meninggalkannya di villa rumahnya. Aku mengucapkan terima kasih kepadanya dan aku memeluknya dengan mesra. Kedua tangannya itu kemudian beralih melingkari pinggangku, beberapa saat ia mendekap tubuhku dari belakang. Ohh, aku hanya bisa dengan pasrah menyandarkan tubuhku ke belakang.

Berikutnya kurasakan sebuah benda lembut dan basah menempul di bahu kiriku dan sesaat kemudian ia mulai mengecupkan bibirnya itu. Bulu kudukku mulai merinding ketika kecupan bibirnya bergerak semakin ke atas di leherku. Tanpa kusadari mulai terdengar desah lembut dari balik bibirku, kuresapi kenikmatan bibirnya yang perlahan-lahan mengecup bagian belakang leherku. Aku hanya bisa memejamkan mata dan kedua tanganku mengusap-usap kedua tangannya yang melingkari perutku, kurasakan sesuatu yang mengganjal di pinggulku, semakin lama semakin terasa dan mengeras. Dan ketika kurasakan jilatan lidahnya di balik cuping telingaku aku pun menggelinjang dengan tubuh mulai gemetaran.

Aku tak tahan lagi, kulepaskan dekapan tangannya. Aku segera membalikkan tubuhku dan memeluknya, kulingkarkan kedua tanganku pada lehernya dengan bernafsu kutarik wajahnya mendekat dan sesaat kemudian kami sudah tenggelam dalam sebuah ciuman yang dahsyat. Bagaikan sedang berlomba aku dan dia saling melumat bibir, saling berusaha meneroboskan dan memilin lidah. Kedua wajah kami saling oleng kesana kemari semakin lama dekapan tangannya di pinggangku semakin kuat, kedua tangannya pun mulai sesekali meremas kedua belah pantatku.

Aku baru menyadarinya ketika kami saling melepas ciuman untuk mengambil nafas. Dengan nafas terengah kami berdua saling menatap. Kedua dada kami naik turun mengimbangi nafas yang terengah-engah. Saat itulah kusadari ketika kurasakan betapa kedua puting buah dadaku terasa geli. Darahku semakin mendesir ketika aku berusaha melihat ke bawah, terlihat olehku sebuah pemandangan yang bagiku sangat mempesona, kedua buah dadaku ternyata telah polos dan tergencet oleh dadanya yang penuh oleh bulu itu. Engahan nafas yang membuat dada kami naik turun itu justru membuat bulu-bulu di dadanya secara otomatis menyapu-nyapu permukaan buah dadaku, Ouchh gelinya..

Beberapa saat kemudian ia menggenggam kedua jemariku dan perlahan menarikku ke arah tempat tidur. Dan disaat ia melangkah mundur itulah handuk yang tadinya masih tertahan di pinggangku akhirnya jatuh ke lantai. Aku sudah tak memperdulikannya lagi, nafsu birahiku sudah memuncak sampai ke ubun-ubun. Ia berhenti di sisi ranjang dan berdiri tertegun, kedua matanya tak henti-hentinya menatap dan menjelajahi seluruh tubuhku. Kutahu saat itu ia tengah terpesona oleh keindahan tubuhku yang putih mulus dan padat berisi yang baru pertama kali dilihatnya. Aachh.. aku tak kuasa menahan tatapan matanya itu. kupejamkan kedua mataku, kubiarkan ia menikmati pemandangan indah dari tubuhku itu sepuas hatinya. Aku baru membuka kedua mataku ketika ia dengan perlahan menarik tubuhku hingga terjatuh di ranjang.

Dan sesaat kemudian kami pun sudah bergumul di atas ranjang. Ia yang kukenal lembut itu ternyata berubah menjadi buas di atas ranjang. Bibirnya tak henti-henti melumat bibirku seiring dengan kedua tangannya yang menjalar kesana kemari di sekujur paha dan pinggulku. Dan nafsuku semakin menggelora ketika ciuman dan lumatan bibirnya bergerak ke arah dadaku, tubuhku terguncang bagaikan dialiri arus listrik lemah ketika bibirnya melumat dengan lembut puting buah dadaku. Ohh.. nikmatnya saat itu. Kesadaranku sudah timbul tenggelam diantara kenikmatan yang kurasakan dan menyadari apa yang dilakukannya, kedua mataku pun sudah terpejam rapat, kedua bibirku tak mampu lagi menahan desah dan rintihanku. Aku hanya sesaat membuka kedua mataku ketika kurasakan ia mulai menindih tubuhku. Tatapan mataku jatuh ke wajahnya yang tampak penuh nafsu. Ahh.. inilah saatnya, pikirku.


Dengan perasaan campur aduk tak karuan aku mulai memejamkan mataku. Dan debar jantungku semakin kencang ketika sesaat kemudian sesuatu yang hangat dan kenyal terasa menempel dengan kuat di bagian depan kewanitaanku. Menyadari apa yang tengah terjadi itu ternyata memicu kesadaranku untuk kembali melambung tinggi entah ke mana. Kupeluk punggungya dengan rapat dan secara reflek kedua lututku naik sedikit ke atas. Kurasakan desakan di bagian depan kewanitaanku semakin bertubi-tubi dan bertambah kuat menimbulkan rasa geli dan nikmat yang menjalar ke seluruh tubuhku. Mulutkupun tak tahan lagi untuk tidak mengeluarkan suara desah dan rintihan ditingkahi oleh suara nafas memburu darinya yang masih belum dapat menerobos ke dalam kewanitaanku. Berikutnya aku mulai tenggelam di dalam alam ketidaksadaran yang penuh nikmat.

Setelah kejadian itu, Aku dan Anton kembali menjadi seorang kekasih walaupun kusadari bahwa Anton yang kukenal sekarang memiliki perbedaan sifat dan hobby dari Anton yang dulu kukenal.

Kureguk Kenikmatan Di Rumah Kost2


Lima menit adegan itu berlangsung, gerakan mereka semakin liar dan pinggul Wiwin semakin keras bergerak, ke atas ke bawah dan ke kiri kanan. Desahan dan erangan mereka terdengar semakin lama semakin keras. Tetapi tiba-tiba Wiwin mengentikan gerakannya. Kepalanya menengok ke arah Atok yang masih berdiri tegak di sebelahnya.
"Aduuh, Mas Atok yang malang", kata Wiwin dengan lucu.
"Masih nunggu giliran yach? Sini, masukin kontolmu ke Wiwin", katanya lagi.
Tangan kanannya meraih pinggulnya dan membuka belahan pantatnya, "Ayoo Mas, cepetan".

Atok tampak bengong, "Dimasukin ke mana Win?", tanyanya.
Wiwin pura-pura jengkel, "Ya dimasukin ke pantat, bego! Belum pernah main pantat ya?", tanyanya.
Atok garuk-garuk kepala, "Ee.., belum pernah Win. Gimana rasanya?".
"Pokoknya luar biasa deh. Ayoo, cobain sekarang. Nggak sembarang cewek mau beginian loh", Katanya setengah memaksa.
Atok dengan gerakan kikuk menuruti perintah itu, dan mengarahkan kemaluannya ke lubang pantat Wiwin yang sudah setengah terbuka itu, "Begini ya Win?" tanyanya meminta konfirmasi.
Wiwin mengangguk, "Iyaa.., begitu. Coblos saja sekarang yok. Jangan ragu-ragu."
Atok menurut, dan kulihat pinggulnya bergerak ke depan. Pelan tapi pasti, batang kemaluannya melesak ke dalam lubang pantat Wiwin. Sekarang Wiwin melepaskan tangannya dari belahan pantatnya, sehingga seluruh kemaluan Atok terjepit pantat yang bahenol itu.

"Aaah.., enaak" desis Wiwin.
Kepalanya menoleh ke belakang, "Kamu enak nggak Mas?", tanyanya.
Atok mengangguk sambil mulai menggoyang pantatnya ke depan dan ke belakang.
"Hiyaah nih.., enak banget. Gua belum pernah ngerasain Win. Peret banget..".
Sambil berkata begitu ia semakin memperkuat gerakannya, sedangkan kedua tangannya meremas-remas pantat Wiwin yang bahenol.

Wiwin terkikik senang, "Gitu doong. Sekarang kita mulai main kuda-kudaan ini yah", katanya.
Dan dia segera mulai menggerak-gerakkan pantatnya lebih kuat lagi sehingga kemaluan Deni semakin cepat keluar masuk lubangnya yang sudah tampak sangat basah. Ketiga orang di depanku ini sudah tampak sangat kesetanan, terbenam nafsu yang luar biasa, sama sekali lupa pada lingkungan sekitarnya. Sedemikian kuatnya mereka memompa, sehingga terdengar suara berkecipak ketika cairan kemaluan Wiwin muncrat tertekan batang kemaluan Deni. Sekali lagi posisi dudukku yang dekat dengan pinggul Wiwin menyebabkanku dapat melihat dengan jelas bagaimana kedua batang kemaluan itu merojok-rojok kedua lubang di tubuh Wiwin.

Sekali lagi, dalam kondisi yang sangat terangsang si Wiwin masih menyimpan kesadaran. Sambil bertumpu pada kedua belah tangannya menahan tubuhnya yang semakin kuat bergoyang-goyang ditekan goyangan si Atok dan Deni, wajahnya berpaling kepadaku yang sedang duduk bengong memperhatikan.
Mulutnya tersenyum nakal, "Mas Nano, mau diemut lagi nggak? Mulut Wiwin lagi kosong nih. Yok sini..", katanya sambil mengeluarkan lidahnya menggoda.
Aku, yang masih terpesona dengan segala keadaan yang serba tidak terduga ini, menggeleng.
"Nggak deh Win. Gua udah cukup duluan. Terusin aja sama sama si Atok dan Deni", kataku.
Wiwin tertawa nakal, "Wii.., diberi kesempatan kok malah nggak mau. Ya sudah", katanya.
Ia berpaling ke Dwi, mungkin maksudnya menawarkan hal yang sama, tetapi tidak jadi ketika melihat Dwi sudah tidur telentang dengan mata menerawang ke atas. Tampaknya dia sama denganku, masih shock menghadapi segala kejadian yang begitu tiba-tiba ini.

Permainan ketiga orang di depanku tampak semakin memanas. Kulihat Atok semakin melebarkan kedua kakinya, sehingga dia kini dalam posisi berdiri terkangkang lebar-lebar dan semakin keras merojok-rojokkan batang kemaluannya ke lubang pantat Wiwin. Demikian juga Deni dalam posisi telentang semakin kuat menggoyang pantatnya ke atas, mencoblos lubang kemaluan Wiwin yang tampak semakin basah.
Akhirnya, kulihat wajah Atok meringis, "Adduuh.., akuu..", erangnya.
Dan akhirnya dia mencabut kemaluannya dari lubang pantat Wiwin, dan muncratlah air maninya, banyak sekali, menyemprot ke arah pangkal dan biji kemaluan Deni yang masih menancap di lubang memek si Wiwin.
Wiwin terkikik, "Hii.., Bang Atok udah kalah nih. Puas nggak Mas?", tanyanya sambil menoleh ke belakang, sambil terus menggoyangkan pantatnya naik turun.
Atok mengangguk, "Enak banget Win. Belum pernah aku keluar mani sebanyak ini", ujarnya sambil bergerak menjauh.

Tapi Wiwin segera memanggil, "Eeh.., mau kemana Mas. Sini Wiwin bersihin kontol mas. Lihat tuh, belepotan banget", katanya.
Diraihnya kemaluan si Atok dan ditariknya ke arah mulutnya. Dengan paksa ditariknya batang kemaluan yang sudah lemas itu dan segera dimasukkan ke mulutnya. Terdengar suara seperti orang menyeruput air ketika ia menyedot dan membersihkan kemaluan Atok dengan lidahnya.

Atok mendesah, "Win, apa elo nggak jijik.., kan ini baru keluar dari lubang pantat kamu", katanya.
Kulihat Wiwin membelalakkan matanya, sekejap mengeluarkan kemaluan Atok dari mulutnya.
"Jijik apaan.., wong napsu banget kok. Kalau udah main begini jangan omong soal jijik. Gua aja pernah dikencingin kok. Malah nikmat banget", katanya sambil mulai lagi mengulum kemaluan Atok.
Temanku yang alim itu jadi diam saja.

Pada saat itu kulihat Deni semakin blingsatan gerakannya, napasnya semakin memburu dan tangannya semakin ganas meremas buah dada Wiwin yang seperti balon.
"Win, cepetin goyangannya. Aku mau keluar", erangnya.
Wiwin (sambil terus mengulum kemaluan Atok) semakin memperkuat goyangan pinggulnya, dan akhirnya dia ikut menjerit.
"Aduuh, Mas Denii.., aku juga mau keluaar".
Kulihat tubuhnya menegang, sebelum akhirnya melemah kembali. Kulihat ke arah kemaluannya, tampak cairan membanjir keluar dari sela-sela kemaluan Deni dan bibir kemaluan Wiwin. Campuran air kenikmatan kedua insan tersebut begitu banyak, mengalir ke arah bola kemaluan Deni dan bercampur dengan air mani Atok.

Wiwin tampak sangat menikmati orgasme itu. Dia menelungkupkan badannya ke tubuh Deni, matanya tertutup dan napasnya tersengal-sengal. Tangan kanannya masih meremas-remas kemaluan Atok yang kini duduk di dekat kepala Wiwin. Deni memeluk tubuh bahenol yang ada di atasnya itu.
"Kamu puas Win? Bagaimana pelayanan kami berempat?"
Wiwin mendesah puas, tetap menutup matanya.
"Asyiklah Mas, luar biasa kalian ini. Kalau tahu begini dari dulu aku nggak perlu bingung cari-cari laki-laki pemuas napsu."

"Kan ada Roni", kata Atok menimpali.
"Memangnya dia nggak pernah beginian sama kamu?"
Wiwin mencibir, "Uuh.., si Roni?" tanyanya.
"Boro-boro. Orang alim macem itu.., tiap kali pacaran kerjanya cuman kasih nasehat doang. Paling banter cium bibir. Pegang susu aja kagak berani".
Aku tertawa menimpali, "Bego banget si Roni ya. Ada barang begini indah dia ngak mau. Gratisan lagi", kataku sambil mengelus-elus punggung Wiwin yang masih tidur telungkup di atas tubuh si Deni.
Wiwin memukul tanganku, "Enak aja, gratisan.., emangnya gua apaan?", katanya sambil tertawa.
Dia kini berusaha berdiri, tetapi limbung dan akhirnya jatuh dan tidur telentang di sebelah tubuh Deni.
"Aduuh.., gua capek sekali nih. Maklum belum sehat", katanya.
Dan seperti dikomando, mulailah serangan batuknya yang sejak kami mulai main tadi entah kenapa sama sekali berhenti. Aku pergi ke kulkas dan memberikan botol air es padanya.
"Minum dulu Win", kataku.
Dia hanya minum seteguk.
"Udah ah, aku tadi udah minum mani kalian banyak sekali. Itu kan juga obat", katanya sambil berdiri.
"Udahan dulu ya, Wiwin harus pergi ke rumah temen sekarang. Tapi Mas-Mas mau maen kaya tadi lagi kan? Wiwin pengen sekali lho, Oke?"
"Oke Wiin", jawab kami seperti koor.
"Asyiklah kalau begitu. Sekarang gua sudah dapet dua, lainnya pasti menyusul", katanya.
Aku tidak mengerti maksudnya. Wiwin berdiri, menyambar daster kebesarannya, tersenyum manis dan masuk ke kamar mandi. Tinggallah kami berempat di ruang tamu, telanjang bulat dan sama sama terdiam setengah bengong memikirkan apa yang tadi baru kami alami.

Itulah awal dari segalanya..

Mulai hari itu, Wiwin menjadi "mainan" kami. Tidak peduli pagi, siang, sore atau malam, setiap ada kesempatan kami selalu menggerayangi dan menikmati tubuhnya. Wiwin tidak pernah mengeluh, tidak pernah menolak, bahkan anehnya dia tampak "setengah memaksa" agar kita mau menikmati tubuhnya. Aku sadar dia ternyata hiperseks yang luar biasa, sangat suka permainan oral ("main emut" istilah dia), dan tidak segan-segan melakukan segala cara yang tidak lazim untuk memuaskan nafsu seks kami.

Kuliah kami jadi kacau balau, karena kami lebih suka tinggal di rumah dan melakukan pesta seks dengan Wiwin daripada pergi ke kampus. Tidak ada rasa malu lagi bagi kami untuk bersetubuh secara bergiliran (kadang-kadang Wiwin duduk di kursi dengan kaki terkangkang di sandaran tangan kursi, dan kami bergiliran menyetubuhinya). Aku sudah mulai terbiasa bangun pagi dengan "jam weker" si Wiwin (dia memang kalong, paling telat tidurnya dan paling cepat bangunnya di antara kami). Caranya membangunkan kami adalah dengan mengulum dan menarik-narik batang kemaluan kami secara bergantian, sampai kami bangun.

Kalau sudah begitu, siapa yang masih punya pikiran untuk ikut kuliah pagi?

Di pihak lain, sakit si Wiwin semakin lama semakin parah. Batuknya semakin sering, tubuhnya semakin kurus dan frekwensinya ke dokter semakin sering. Pak dan Bu Hidayat semakin kuatir dengan kondisinya, dan akhirnya Wiwin menceritakannya pada kami.
"Mas-Mas, bulan depan Wiwin akan pergi ke Belanda, ke rumah Oom Wiwin di sana. Wiwin mau berobat lebih intensif".
Aku menjadi heran, "Sebetulnya kamu sakit apa sih, Win, kok sampai begitu seriusnya harus diobati di luar negeri?", tapi si wiwin jawabannya selalu dibuat ngaco, seakan tidak mau sakitnya diketahui.

Meskipun sakit, nafsu si cewek ini seakan tidak pernah habis. Di sela-sela serangan sakitnya dia tetap melayani kami, bersetubuh dengan sangat hot dan ganas di setiap waktu. Apapun yang kami minta dia bersedia melakukan. Kami semua sudah pernah merasakan lubang kemaluannya (itu mah harus), mencoba lubang pantatnya, mulutnya, orgasme dengan dijepit buah dadanya yang berukuran super.., apa saja! bahkan kami pernah memaksa dia "mandi lulur" dengan air mani kami, digosok merata ke seluruh tubuhnya. Tidak usah dibayangkan baunya, tetapi seperti dia katakan, kalau lagi nafsu segala kejorokan akan lenyap dari pikiran.

Tetapi sebenarnya aku semakin curiga dengan cewek ini. Kenapa dia begitu ngotot meminta kami menyetubuhinya? Bahkan kadang-kadang dia jelas sedang sakit berat, suhu badan panas, tetapi dia memaksa kami untuk bersetubuh. Meskipun enggan, kami mau juga melayaninya. Soalnya kalau kami menolak dia sering marah besar.

Pada suatu hari, aku lagi main dengan dia sendirian (yang lain sedang kuliah). Dalam permainan hot kami, aku menyungkupkan mulutku ke kemaluannya dan menghisap dan menjilatinya dengan bernafsu (Oh ya, dia sudah kami suruh cukur bulu kemaluannya supaya lebih enak ngisepnya. Dan dia menurut saja). Waktu itu aku melihat ada lingkaran kehitaman di pahanya, ada tiga yang cukup besar. Waktu aku melihat ke atas, tampak ada bulatan menghitam yang sama di bawah buah dadanya.

Aku menyentuhnya dan bertanya, "Apa ini Win?", tanyaku.
Tapi dia menjawab sekenanya, "Enggak tahu, kata nenek itu kan digigit setan. Iya toh, setan genit kali..", katanya terkikik.
Aku ingin bertanya lebih lanjut tetapi didahului olehnya.
"Ayolah, pakai diskusi segala macem. Wiwin udah mau keluar nih. Terusin dong ngisepnya", katanya.
Dan lupalah aku dengan segalanya. Kami mulai bermain lagi.

Hingga tibalah suatu hari yang mengubah segalanya..

Hari itu hari Senin malam, hujan seperti dicurahkan dari langit. Di malam yang sangat dingin itu, aku, Atok dan Dwi berkumpul dengan Wiwin di ruang tamu menonton TV (Deni sedang pergi keluar). Aku duduk di sofa, Wiwin tiduran di sofa yang sama dengan kepalanya menumpu ke pahaku sebagai bantal. Kami menonton sinetron di TV, sama sekali tidak menarik dan membosankan.

Di tengah keheningan itu, Wiwin mulai dengan rayuan mautnya.
"Ngewe yok", katanya to the point seperti biasanya.
Aku yang agak demam, terasa malas memenuhinya. Apa lagi kemarin malam kami baru saja pesta orgi gila-gilaan, full team (empat orang) menghabisi tubuh bahenol si Wiwin sampai dia terampun-ampun.
"Ngantuk ah, Win..", kataku.
"Besok aku harus pagi-pagi ke kampus, bayar SPP. Entar telat, mati aku".
Wiwin memonyongkan bibirnya yang seksi.
"Males ngewe yach? Ya udah ngentot aja kalau begitu", katanya menggoda.
Tangannya mulai menyelusuri selangkanganku yang cuma terbalut sarung.
Aku tetap menggeleng, "Males ah", jawabku.

"Males ngentot? ya udah main emut ajah ya. Wiwin mau minum maninya Mas Nano sampai abis".
Tangannya sudah menyelusup ke dalam sarungku. Batang kemaluanku yang terbaring lemas diremas-remas dan dikocok dengan ahlinya. Dan seperti biasanya, aku mengalah. Dengan mendesah setengah malas, aku memelorotkan sarung dan celana dalamku.
Wiwin tertawa gembira, "Gitu doong Mas. Kan Wiwin sebentar lagi mau pergi Amsterdam. Kapan lagi kita menikmati seperti ini".
Dan tanpa basa basi lagi, dilahapnya batang kemaluanku sedalam-dalamnya, sehingga tiga perempat batangku melesak masuk mulutnya. Kurasakan kepala kemaluanku sudah menyentuh kerongkongannya.

Atok yang duduk di karpet tepat di sebelah dengkulku, memalingkan wajahnya dan memandang ke kepala Wiwin yang sedang terbenam di selangkanganku.
"Masuk sampai kerongkongan ya No? Enak ya?", aku hanya mengangguk.
Sungguh di antara kami tidak ada rasa malu lagi, saling berdiskusi dengan biasa begitu saat sedang bercinta.
"Ikutan yok. Daripada dingin-dingin, kita lanjutin pesta orgi semalam", ajakku.

Atok mengangguk dan berdiri menuju pinggul Wiwin. Dengan tenang dan profesional dibukanya bongkahan pantat Wiwin yang bahenol. Kemudian dijulurkannya lidahnya dan dijilatinya lubang pantat Wiwin dengan bersemangat. Tindakan yang mungkin dahulu tidak terbayangkan dan menjijikkan, sekarang sudah rutin kita lakukan berkat pelajaran si Wiwin. Setelah lubang itu basah, Atok berdiri dan mulai mengarahkan batang kemaluannya ke lubang pantat yang berkerut kemerahan itu. Sekali tekan, masuklah batang kemaluannya ke dalam pantat si Wiwin (itu memang lubang favorit si Atok).

Dia mulai menggoyangkan pantatnya naik turun, matanya merem melek merasakan kenikmatan yang entah sudah berapa puluh kali dirasakannya dalam dua bulan terakhir ini. Sedangkan mulut Wiwin mulai bergerak naik turun, mengulum kemaluanku yang juga sudah tegang. Setelah beberapa lama, aku melepaskan kulumannya dari kemaluanku.
Aku memerintahkan, "Win, isep bolaku dong. Jilatin lubang pantatnya sekalian."
Wiwin dengan patuh menurut, memasukkan bola kemaluanku ke mulutnya dan menyedot dengan kuat sehingga terdengar suara berkecipak.

Aku mulai terangsang berat, seperti biasanya. Kutarik-tarik rambut Wiwin yang ikal, dan tangannya kubimbing untuk memegang batang kemaluanku yang sudah tegak berdiri dan mengocoknya. Lidah Wiwin sekarang berpindah sasaran, mulai menjilati lubang pantatku dengan bersemangat. Nikmat sekali.

Sepanjang kami bermain tersebut, Dwi sama sekali tidak bergairah untuk ikut. Mungkin dia mulai bosan juga, setiap hari main seks seakan tidak ada habis-habisnya. Dia hanya memandang aktivitas kami selintas dan kembali memperhatikan sinetron di TV (pemainnya Meriam Bellina, yang ukuran dadanya kayaknya hampir sama dengan dada si Wiwin). Sebaliknya aku dan Atok semakin naik nafsunya, sehingga sofa tempat kami duduk terdengar berderit-derit. Kemaluanku dikulum lagi oleh Wiwin, disodokkan sedalam-dalamnya hingga mendesak ke dalam kerongkongannya. Sungguh wanita profesional dan penuh pengalaman, kalau wanita lain pasti sudah muntah-muntah karena tersedak.

Aku menggerakkan kepalaku ke depan dan ke belakang menahan nafsu. Mataku tertutup, sedangkan tanganku seperti biasa meremas-remas buah dada si Wiwin. Duuh.., seandainya bisa, kenikmatan harian macam begini jangan sampai pernah berakhir, pikirku. Coba, kalau main ke pelacuran, berapa duit harus habis karena ngentot tiap hari kaya begini, hayo? Belum lagi penyakitnya. Kan kalau Wiwin jelas bersih.

Bersih? apa betul?

Saat segala pikiran berseliweran di kepalaku dan ditambah nafsu yang membara karena sedotan-sedotan professional si Wiwin, samar-samar kudengar pintu depan berderit terbuka. Angin dingin menerpa masuk, seiring dengan suara deras hujan yang sedang mengguyur. Aku membuka mataku, dan kulihat Dwi dan Atok memandang ke pintu di belakang tubuhku dengan melongo. Aku cepat cepat menoleh ke belakang..

Itu si Roni, bekas pacar si Wiwin, yang sudah hampir dua bulan ini tidak pernah nongol di rumah kost ini. Dia memakai jas hujan yang basah kuyup. Dan di kepalanya yang juga basah kuyup, terpampang wajah yang menampakkan ekspresi sangat aneh, kaget dan keheranan.

Wiwin juga melihatnya, dan anehnya tampak dia sama sekali tidak kaget atau risih.
"Eeii, Bang Roni abangku sayang, tumben ke sini. Ayo masuk, gabung main yok. Lagi enak enaknya nih".
Katanya lucu, sambil menarik-narik dan memutar-mutar batang kemaluanku secara demonstratif. Sebaliknya, akulah yang jadi jengah luar biasa. Kulepaskan genggaman tangan Wiwin dari kemaluanku, dan mencoba menjelaskan pada Roni.
"Ron, aku..", suaraku tercekat di kerongkongan.

Kulihat Roni berdiri mematung. Tiba-tiba wajahnya yang tadinya menampakkan keheranan, kini berubah. Kukira akan kulihat ledakan kecemburuan, tetapi ternyata tidak. Kulihat wajahnya mengernyit, seakan menampakkan kengerian yang sangat. Tangannya bergetar, dan dia melempar setumpuk buku yang dibalut plastik supaya tidak kehujanan.
"Gua kesini cuman mau kembaliin diklat loe, No", katanya.
Setelah itu secepat kilat dia berbalik, membanting pintu dan menghilang di kegelapan malam berhujan. Samar-samar kudengar suara sepeda motor distarter dan bannya berdecit ketika berputar tiba-tiba dengan kecepatan tinggi.

Aku berdiri seperti patung, tetap memandang ke arah pintu yang sudah tertutup itu. Aku baru tersadar ketika mendengar suara tawa Wiwin.
"Heii.., kenapa kok berdiri kaya orang bego begitu? Sini dong Mas, terusin main emutnya, udah tanggung nih. Wiwin belum ngerasain mani sedikitpun hari ini nih".
Tapi aku menepis tangannya dengan cepat. Rasa jengah dan malu tadi menyadarkan aku bahwa tindakanku dan teman-temanku ini sudah keterlaluan. Aku cepat-cepat pergi ke kamarku, meninggalkan Wiwin dan Atok (yang kemaluannya masih menancap di pantat Wiwin) memandang kebingungan. Aku segera mematikan lampu dan menggelosor di dipanku.

Pagi harinya..

Aku keluar kamar dengan wajah kuyu, siap mandi untuk ke kampus. Waktu melewati ruang tamu, kulihat Wiwin, Atok dan Dwi sedang tidur di karpet, telanjang bulat (kayaknya si Dwi terangsang juga, menggantikan posisiku semalam). Wiwin tidur dengan kepalanya bertumpu di selangkangan Dwi, wajahnya setengah terbenam dalam kelebatan bulu kemaluan Dwi. Mulutnya setengah terbuka, dan di dalamnya terselip batang kemaluan Dwi yang sudah mengkerut. Di pinggir bibirnya masih kulihat mani mengering, tampaknya Dwi sudah menyemprot ke mulutnya habis-habisan semalam. Dan mereka langsung tidur, tanpa mengubah posisi terakhir mereka.

Aku menghela napas dan menggeleng. Dasar perek, pikirku. Sungguh luar biasa daya pikatnya, sehingga kami seperti tersihir dan mau saja melayani nafsu seksnya setiap hari. Aku keluar dan menstarter sepeda motorku menuju kampus.

Hanya sepuluh menit, aku sudah sampai ke halaman parkir kampus. Aku kaget ketika kulihat Roni berdiri di pinggir tempat parkir, jelas dia menungguku. Rasa jengah kembali menyergapku, aku pura-pura tidak melihatnya dan bergegas ke gedung rektorat yang letaknya tepat di depan pelataran parkir, diapit dua gedung kuliah yang menjulang tinggi (hayo tebak, aku ada di kampus mana). Dari sudut mataku kulihat Roni mengikuti. Aku pura-pura tetap tidak melihat, bergegas menuju ruang rektorat. Di lorong aku berbelok ke kiri, menuju ruang admnistrasi kampus. Tetapi di sana ternyata Roni sudah mencegat.
Dipegangnya tanganku dengan erat, "No, gua mau bicara".
Aku berusaha menyembunyikan rasa jengahku, "Masalah apa Ron?", tanyaku.
"Masalah semalam, masalah si Wiwin".
Aku mengutuk dalam hati. Apa lagi maunya?
Aku pura pura bersikap tegas.
"Ron, kayaknya kita harus menempatkan masalah sesuai proporsinya ya. Setahuku si Wiwin sudah bukan pacarmu lagi, jadi apapun yang dia lakukan itu hak dia penuh. Kamu tidak boleh cemburu".
Mendengar itu Roni menggelengkan kepalanya dengan keras.
"Cemburu apaan? Aku sama sekali tidak ada rasa cemburu lagi, No. Cuma aku kasihan sama kalian. Mau aku jelaskan?"

Aku mengangguk. Kami beriringan keluar dari gedung rektorat dan menuju kantin di kiri bangunan. Kami duduk dan memesan es jeruk. Roni mengocok sendok di gelasnya dan bertanya dengan suara bergetar.
"Udah berapa lama kalian lakukan yang kayak semalam itu No?", tanyanya.
Aku agak tersinggung, "Apa urusanmu sih Ron? setiap hari kek kami lakukan, itu urusan kami. Suka sama suka kok".

Mendengar jawabanku, anehnya Roni sama sekali tidak tersinggung. Malah di wajahnya terbersit pandangan kasihan.
"No, No, elo kan temen gua juga. Aku bertanya begitu bukan karena mau intervensi privacy kalian, tetapi untuk mengingatkan kalian bahwa si Wiwin itu kan sakit. Elo tahu sakit apa dia?", aku menggeleng.
"Sakit apa dia?", tanyaku.

Roni memandangku lekat-lekat.
"Jangan kaget No. sakitnya berat sekali, Acquired Immune Deficieny Syndrome. Tahu lu?"
"Nggak", kataku seperti orang bego (orang ekonomi macem aku mana tahu nama penyakit).
"Apa itu?".
Roni menghela napas.
"Acquired Immune Deficiency Syndrome. Kalau gua sebut singkatannya elo pasti kenal, AIDS".

Aku terlompat, "Ha? AIDS?" aku terdiam, seperti tidak bisa berkata-kata.
Akhirnya aku meledak.
"Elo ngaco Ron. Nggak mungkin. Elo cuman mau nakuti gua karena elo cemburu. Ya kan? Ya kan?", tanpa sadar aku mencondongkan tubuhku ke depan.
Beberapa mahasiswi di sebelah mejaku memandang tingkahku dan tersenyum-senyum mendengar kata-kataku yang cukup keras. Paling cowok lagi rebutan pacar, pikir mereka.

Roni menggelengkan kepalanya dengan keras.
"Demi Tuhan, No. aku tidak bohong. Dia itu ternyata sudah mengidap virus HIV bertahun-tahun yang lalu, tertular akibat permainan seks bebas dan pakai narkoba. Dua bulan lalu, dia mulai sakit. Batuk-batuk, panas, dikira sakit paru-paru biasa. Ternyata sakitnya sudah berkembang menjadi "full blown" AIDS. Batuknya itu adalah penyakit Pneumaticis Carinii, yang sering diidap penderita AIDS. Aku dengar kalau akhir-akhir ini sudah timbul bercak-bercak hitam di kulitnya. Bu Hidayat yang cerita lewat telepon, benar?"

Aku mengangguk. Mulutku terasa kering. Ternyata si Roni tetap memantau kondisi bekas kekasihnya itu.
"Itu penyakit kanker kulit, Sarcoma Kaposii. Dia benar-benar sakit parah, No. Dan kamu pasti tahu, AIDS sangat menular. Belum ada obatnya. Maka itu dia akan pergi ke Amsterdam, paling tidak di sana dia bisa dirawat lebih baik, sekedar memperpanjang hidupnya saja."

Aku makin kebingungan.
"Tetapi dia kan tahu penyakitnya Ron? Kalau tahu penyakitnya menular, kenapa dia masih saja mau main dengan cowok?".
Roni menghela napas, "Ha, itulah gilanya. Dia sangat dendam pada cowok-cowok yang telah menularinya dahulu, dan dia pernah histeris di rumah sakit, berteriak-teriak kalau dia mau menulari cowok lain sebanyak-banyaknya. Kukira waktu itu dia cuma bercanda doang, tetapi sungguh aku kaget melihat kalian kemarin main pesta seks dengan dia segitu gilanya. Pasti dia sudah merencanakan sebelumnya. Orang dia sebenarnya tidak hiperseks kok. Nafsunya biasa-biasa saja. Kalau dia melakukan seperti dengan kalian itu, tentu karena dia bermaksud menulari kalian semua".
Dia menerawang, "Untungnya gua tidak kena getahnya. Gua dulunya benar-benar mau serius dengan dia, makanya gua tidak mau main aneh-aneh, meskipun dia terus menggoda. Jadi waktu dia diketahui positip, gua bebas. Wong kita putus hubungan juga dengan baik-baik kok. Dia maklum alasanku tidak meneruskan hubungan itu karena sakitnya".

"Jadi, bagaimana denganku?", kataku, benar-benar seperti orang bengong.
Roni tertawa getir, "Lha, mana aku tahu kamu sudah ketularan atau belum? Ya cepat-cepat sajalah kalian berempat periksa ke dokter.
"Dia meneruskan tawanya, "Kalau nggak ketularan, ya syukur. Kalau ketularan, ya sudah mau apa. Tinggal menghitung umur saja. Toh, kalian juga sudah merasakan kenikmatannya, ya toh?"

Kepalaku terasa berputar. Kulihat Bapak dan Ibuku yang sudah tua, tetap bekerja membanting tulang di tokonya untuk mendapatkan dana kuliah untukku dan adik-adikku. Pandanganku beralih, pada tubuh seksi si Wiwin dan gayanya tiap pagi ketika membangunkanku dengan cara mengisap batang kemaluanku dan berkata dengan manja, "Selamat pagi, kontolku sayaang..".

Aku menunduk lemas. Pandanganku semakin lama semakin gelap.