Rabu, 11 Juli 2012

Birahiku Yang Membara 2

Lovely Asian chick poses and shows off her firm tits and ass to tease cocks

Terima kasih atas pengertiannya Bu' eh.. Tia. Panggil saja aku Anis".
"Oh yah, perlu nggak kita masuk kamar mandi lebih dahulu atau langsung aja ke inti permasalahannya," tanya tia sambil turun dari rosban.
"Saya rasa tidak perlu, kita khan baru saja mandi di rumah, lagi pula parfum yang telah kita semprotkan ke tubuh kita dan diniatkan, nanti menghilang ha.. Ha," jawabku sambil ketawa.
"Okelah kalau begitu, tapi bagaimana cara masuk ke inti permainan? Apa saya yang aktif atau anda atau sama-sama aja?" tanya Tia serius.
"Gantian atau bersamaan tidak ada masalah, yang penting kita coba saja, dan nanti dengan sendirinya akan dapat disesuaikan" kata saya sambil turun dari tempat tidur dan berdiri berhadap-hadapan. Mula-mula Tia melangkah 1 langkah ke depan sehingga bersentuhan antara ujung kakinya dengan ujung kakiku, lalu merangkulkan kedua tangannya ke leherku, lalu merapatkan badannya ke badanku, lalu mencium pipi, bibir dan leherku, sementara aku terdiam sejenak lalu memeluk pinggulnya dan menyambut bibirnya dengan bibirku, sehingga kami saling berpagutan dan saling merangkul erat hingga puas.

Setelah kami saling merangkul dan menjilati apa yang nikmat dijilat pada tubuh kami masing-masing, Tia lalu mengangkat baju kaos yang kupakai dan melepaskannya lewat kepalaku, lalu menjilati seluruh bagian tubuhku yang terbuka, mulai dari dahi sampai ke pusar. Bahkan ia terus melepaskan ikat pinggangku dan menurunkan retsletingku, lalu melorotkan celana panjangku hingga hanya celana color yang melekat di tubuhku. Saya masih terus diam menikmati apa yang diperbuat Tia padaku, meskipun tanganku tetap bergerak mengelus rambut dan telinga Tia. Tia nampaknya sangat pengalaman dalam hal merangsang laki-laki, sehingga nampak tidak kebingungan menghadapiku.

"Nis, maaf yah, untuk yang satu ini saya tidak berani tanpa malu. Boleh nggak saya lepasin juga biar aku lebih leluasa menjamah seluruhnya," katanya sambil menengadah ke atas melihat wajahku karena ia dalam keadaan jongkok.

Saya hanya mengangguk tanpa bersuara. Lalu ia tarik ke bawah pelan-pelan dengan giginya sehingga nafas bahkan bibirnya terasa menyapu penisku yang sejak tadi menegang hingga ke ujung kakiku bahkan seolah ia sengaja menjilatinya. Saat celana dalamku terlepas, ia terus menarikku duduk ke pinggir tempat tidur, lalu menarik kedua kakiku sambil membungkuk lalu menjilati jari-jarinya hingga terasa sedikit basah, geli bercampur nikmat. Aku betul-betul seolah seperti patung dan dipermainkan seenaknya, tapi dalam hatiku biarlah ia aktif duluan nanti sebentar giliranku setelah ia kecapean.

"Ahh.. Uhh.. Hhmm.. Ssstt.. " lenguhku kegelian dan keenakan ketika lidahnya menyapu pokok pahaku. Pipinya terasa lengket ke tongkatku yang mulai berdenyut. Hangat sekali rasanya, apalagi nampaknya Tia sengaja menggerak-gerakkan pipinya agar aku bisa menikmatinya.

"Anis, enak nggak dijilatin buah pelernya? Tunggu saya jilatin batangnya, tenang saja, aku pasti memuaskanmu sebelum kamu berperan aktif" katanya sambil melihat wajahku.
"Iyah.. Yah Tia, eenak sekali sayang, tapi jangan lama-lama di situ yach, aku sedikit geli, pindah-pindah donk, biar kunikmati semua permainan lidahmu" kataku merayu agar ia tidak berhenti.

Aku tak berdaya menolak perlakuan Tia, ia tiba-tiba berdiri dan mendorongku ke belakang sehingga aku terbaring di atas tempat tidur dengan kaki tergantung ke bawah. Tia lalu memegang tongkatku dan menggocok-gocoknya sehingga terasa tambah besar dan keras serta berdenyut-denyut. Tia tak menggerakkan tangannya sejenak mungkin karena ia ingin menikmati denyutan batangku. Setelah itu, Tia membungkuk lalu perlahan ia arahkan tongkatku ke dalam mulutnya lalu dimaju mundurkan mulutnya sehingga pinggulku bergerak ke kiri dan ke kanan sebagai tanda nikmatnya gerakan mulut dan lidah Tia yang berputar-purat di antara selangkanganku. Aku hampir-hampir tidak mampu lagi menahan gejolak cairan yang terasa mulai memaksa mengalir melalui batang kemaluanku. Demikian hebatnya cara memainkan lidah dan mulut Tia terhadap penisku, sehingga saya sering tidak bisa membedakan lubang vagina yang pernah dimasuki penisku yang ukurannya normal itu.

"Ti.. Tia, gantian yach, rasanya jika aku diam terus bisa-bisa aku kalah KO ini. Aku yang harus bereaksi lagi dan Tia harus menerima serangan fajarku, masa saya terus yang diserang" pintaku pada Tia setelah aku mulai merasa mau KO ia perlakukan seperti itu.

Dalam hatiku, jika aku melayani terus permainan Tia, aku bisa malu dan ia merasa dikecewakan dari perkataanku dalam email kalau aku bermodalkan ketahanan sex. Karena itu aku harus pakai akal dan tidak boleh terlalu serius menuruti aliran nafsuku. Setelah aku berdiri dalam keadaan telanjang bulat, sementara Tia berdiri di depanku masih berpakaian lengkap, aku lalu membuka kancing baju Tia satu persatu hingga nampak BHnya yang berwarna putih dan tidak kutahu ukurannya tapi tampaknya sedang-sedang saja. Aku tidak bermain-main lagi dengan BHnya, melainkan aku langsung saja membuka kaitnya dari belakang sehingga aku sempat memeluk dan mencium bibirnya sejenak. Setelah lepas, aku langsung memainkan mulut dan lidahku pada puting susunya yang sedikit padat dan empuk serta terasa agak hangat. Mungkin karena sejak tadi Tia juga teramgsang, sehingga belum lama aku pegang dan isap putingnya, ada terasa manis keluar dari dalamnya. Putingnya indah sekali, warna agak merah kecoklatan tertancap di kedua buah kembar yang putih bersih. Ingin rasanya kutelan semuanya seperti kue Fawa dan seperti bola karet yang digigit sedikit melenting.

"Nis, silahkan aja beraksi sesuai keinginanmu, aku siap terima semuanya," katanya terus terang.

Setelah puas memainkan mulutku di bukit kembarnya itu, lalu kujilati seluruh tubuhnya hingga ke pusar, lalu kubuka kait dan restelin celananya hingga terlepas dari tubuhnya. Tinggallah saat ini celana dalam tipisnya yang berwarna kuning dengan pinggiran yang berbunga-bunga. Aku berlutut mencium dan menjilat sejenak kedua bibir vaginanya dalam keadaan terbungkus. Tapi rasanya sudah basah dan terasa bau khasnya. Mungkin air mazi alias pelicinnya yang keluar sejak tadi. Aku langsung buka saja hingga ia betul-betul telanjang bulat. Setelah kelihatan semua, nampak bulu-bulunya yang baru dicukur sesuai saranku lewat email. Tapi justru duri-durinya yang agak kasar itu membuatku semakin terangsang. Tanpa persetujuannya, aku langsung dorong tubuhnya ke belakang hingga ia duduk di tepi rosban. Ia mengerti keinginanku.

Tanpa aba-aba, kedua pahanya sedikit terbuka sehingga kelentitnya yang sedikit hitam tapi masih indah dan keras serta sedikit mengkilap karena basah itu jelas kelihatan. Bersamaan itu pula ia rebahkan tubuhnya ke kasur dengan kaki terjulang ke bawah. Aku semakin leluasa menjamahnya. Aku menindih tubuhnya yang telanjang, mencium bibir, mulut dan kedua bibir vagina serta kelentitnya, sehingga ia berdesis-desis.

"Nis, aku sudah nggak tahan nih, percepat dikit mainnya, biar cepat selesai ronde pertama, khan masih ada ronde berikutnya, jika perlu kita bermalam di sini aja," Bisiknya ketika dengan lincah memainkan lidahku ke dalam lubang vaginanya. Ketika kugigit sedikit kelentitnya, ia bergoyang seperti goyangan dangdutnya Inul Daratista sewaktu di panggung.

"Tenang aja sayang, aku pasti memuaskanmu sesuai janjiku. Jika tidak, kamu pasti tidak mau lagi berhubungan sex denganku yah khan?" kataku sambil diam sejenak dan tetap menindih tubuhnya.

"Ayo Nis, masukin cepat penismu itu, aku dari tadi merindukan gerakannya dalam vaginaku.. Hhmm.. Auhh.. Sstt," pintanya sambil melenguh dan mengangkat pinggulnya sampai menyentuh ujung penisku.
Tanpa kuarahkan dan kubuka kedua bibir vaginanya, ujung penisku sudah menancap ke lubang vaginanya yang basah, sehingga desahan nafasnya sulit ia sembunyikan. Penisku masuk ke lubangnya secara perlahan tanpa aku menekannya. Sedikit demi sedikit bergerak masuk hingga hampir amblas semuanya. Itu terjadi karena Tia mengangkat tinggi-tinggi sambil menggoyang pantatnya ke kiri dan ke kanan, apalagi ia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku.

Karena aku sendiri sudah tidak tahan berlama-lama, maka secara otomatis pula aku menekan agak keras sehingga batangku amblas seluruhnya dan terdengar suara aneh 'decik.. Decakk.. Decukk..' silih berganti dengan suara nafas kami yang terputus putus.

"Uhh.. Aahh.. Hhmm.. Auhh.. Aihh.. Ssstt.. Eee.. Naakk sekali sayang, gocok teruss.." suara Tia terdengar ketika kupercepat gerakan maju mundurku.

Rasanya mulai ada kembali desakan cairan hangat dari dalam, namun saya tidak tahu apa hal seperti itu juga dirasakan oleh Tia. Tapi yang jelas tangan Tia selalu bergerak menarik rambut dan pinggangku seolah ia tidak mampu lagi menunggu puncak permainan kami. Untung saja cairanku tertahan karena Tia tiba-tiba menarik tubuhku naik ke ranjang lalu memutar badannya sehingga aku terpaksa tinggal di bawahnya. Dengan gesitnya berputar tanpa melepas ujung penisku dari vaginanya, ia lalu jongkok dan menghentak pantatnya naik turun. Penisku sedikit perih dijepitnya namun nikmatnya lebih besar. Ketika ia memutar pinggulnya seperti joget ngebornya Inul, aku semakin sulit pertahankan lagi modal sex yang kujanjikan. Kami sama-sama basah kuyub akibat keringat.

Bukit kembar Tia bergerak indah sekali ketika ia terengah-engah bagai orang naik kuda lumping. Gerakannya cepat sekali, lalu tiba-tiba ia balikkan tubuhnya sampai aku kembali di atas mengangkanginya tanpa melepaskan sedikitpun penisku dari vaginanya. Aku berusaha menyelesaikan permainan dalam posisi ini. Kupercepat gerakanku dan kuangkat kedua kakinya bersandar ke bahuku lalu kukocok terus vaginanya hingga ia berteriak sedikit histeris. Bersamaan dengan itu pula aku merasakan cairan hangat yang sejak tadi mau keluar sudah berada dekat ujung penisku. Tiapun terasa agak gemetaran dan merangkulku dengan keras dan sempat menggigit leherku. Aku tahu kalau ia sudah dipuncak orgasme. Aku berusaha menumpahkan spermaku secara bersamaan dalam rahimnya, sebab kutahu persis wanita yang mau mencapai orgasme. Ternyata betul, aku berhasil dan aku tidak takut akan akibatnya karena Tia punya suami dan tidak bakal timbul kecurigaan jika ia hamil lagi setelah beberapa kali melahirkan.

Tanpa sepata katapun, kami saling menatap dan tersenyum, lalu tergeletak di kasur dengan telanjang bulat. Kami tidur pulas sekali. Mungkin karena capek dan puas, apalagi beberapa malam sebelumnya aku kurang tidur. Kami terbangun ketika jam 5.00 tanpa ada rasa lapar padahal kami main sejak jam 9.00 sampai jam 12.00 tadi. Kami hanya pesan makanan melalui petugas penginapan sebab kami takut keluar kamar nantia ada yang kenal kami. Kami sepakat bermalam saja, lagi pula suami Tia lagi keluar kota mengurus bisnisnya dan anak-anaknya tinggal bersama pembantu di rumah dengan alasan ia mau tugas keluar kota bersama dengan pimpinan kantor. Usai mandi, kami lalu menyantap makanan yang telah kami pesan sebelum mandi. Usai makan, kami kembali bertarung dengan posisi dan model sex macam-macam sesuai pengalaman kami masing-masing hingga larut malam lalu kami tertidur dan bangun lagi melanjutkan dengan sisa-sisa modal kekuatan yang masih kami miliki masing-masing.

Pembaca yang budiman, tidak sempat kuceritakan secara rinci posisi dan model sex yang kami terapkan sepanjang malam itu, malah sewaktu di kamar mandi, karena rasanya cerita ini sudah terlalu panjang. Aku berusaha lanjutkan lain waktu, termasuk wanita kedua yang juga berminat menyewa modalku. Bahkan ceritanya lebih seru lagi, karena usianya di atas 60 tahun dan vaginanya tidak berbulu sama sekali. Aku tidak perlu cerita berapa sewa yang kuterima, tapi yang jelas lebih dari yang kuperkirakan, bahkan aku justru ketagihan, sehingga tanpa dibayarpun rasanya aku rela dan memang beberapa kali kami lakukan tanpa minta sewa modal.

TAMAT

Birahiku Yang Membara 1

Lovely Asian chick poses and shows off her firm tits and ass to tease cocks

Nama saya adalah Anis. Usiaku sekarang 38 tahun dan berat badan 57 kg serta kulitku berwarna sedikit hitam. Kini aku tinggal bersama seorang istri dengan 3 orang anak di salah sati ibu kota Kabupaten Sulsel, yang masih bestatus kontrakan. Aku menikah dengan seorang gadis dari suku lain di sulsel th. 1990 atas dasar kemauan orangtua kami. Meskipun pernikahanku tidak didasari rasa cinta yang mendalam, namun sebagai pria normal yang bernafsu tinggi, penyaluran sexku adalah utama, yang terbukti dengan lahirnya 3 orang anak dari rahim istriku itu.

Ceritanya berawal ketika aku mengirim cerita porno yang tidak sepenuhnya benar ke salah satu situs cerita porno sekitar Bulan Juni tahun lalu. Dalam cerita itu, aku sengaja memaparkan kondisi kehidupan rumah tanggaku yang kurang stabil, terutama dari segi keuangan. Aku paparkan bahwa kami tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya istri dan 3 orang anak serta modal ketahanan dalam melakukan hubungan sex. Malah aku tawarkan diri kepada wanita siapa saja yang berminat untuk menyewa modalku itu dengan rupiah untuk mencukupi kebutuhan hidupku bersama keluargaku, apalagi waktu itu aku memang sedikit terlilit hutang pada orang lain.

Dalam iklan porno yang kukirim tersebut, aku muat juga syarat-syaratnya antara lain bebas usia dan status (boleh yang bersuami asal dijamin aman), siap menyewa tempat/penginapan khusus, siap disetubuhi dengan gaya dan posisi apa saja, siap membayar sejumlah uang jika ia betul-betul mengalami kepuasan batin, siap mencukur rambut khasnya jika memang agak lebat. Sebaliknya aku berjanji untuk menjilati seluruh tubuhnya dan menggauli sesuai kebutuhannya. Boleh saja menawar sebelum hari H-nya.

Pada mulanya aku tidak yakin iklanku itu akan mendapat tanggapan, apalagi biasanya si wanitalah yang seharusnya disewa untuk itu. Namun rejekipun datang. Hanya berselang 4 hari setelah iklan porno itu saya umumkan melalui salah satu situs cerita porno, eh ternyata ada responnya, malah 2 wanita lagi. Aku betul-betul gembira dan bahagia sekaligus jadi tantangan buatku karena aku tidak terlalu yakin sebelumnya dan belum punya persiapan untuk itu. Tapi aku berfikir bahwa sudah terlanjur basah, apa boleh buat harus saya sambut dengan senang hati, apalagi modal sex yang kumiliki tidak kurang sedikitpun. Hanya saja tidak berlebihan sesuai yang mungkin dibayangkan oleh para pembacanya.

Respon email yang pertama kali kuterima berinisial Tia_.. @yahoo.com dan saat itu pula saya baca dan membalasnya. Isi emailnya singkat sekali. Ia hanya menulis kalau dirinya tertarik dengan tawaranku dan ingin menyewa dan membelinya sekaligus serta ia minta aku menjawab dan menerangkan ciri-ciri kepribadianku jika aku betul-betul serius. Sedang ia sendiri tidak menyebutkan apa-apa soal dirinya kecuali alamat email. Besok malamnya saya buka kembali emailku, ternyata berisi dengan nama Tia lagi. Kali ini, sudah agak panjang. Setelah saya baca, aku tahu kalau dia tinggal dalam kotaku, meskipun ia menolak untuk memberitahu alamat rumah dan nomor telponnya. Tapi ia menulis kalau dia adalah Kepala bidang tata usaha di salah satu instansi swasta. Usianya sudah kepala 5 tapi gairah sexnya masih agak tinggi. Suaminya agak lebih tua sedikit dari dirinya tapi super sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah selaku wiraswastawan, sehingga hubungannya di atas ranjang tidak rutin dan tidak teratur sesuai yang ia inginkan.

Setelah yakain kalau ia betul-betul serius, akupun lalu membalas saat itu pula dan mengutarakan kembali keadaan ekonomi rumah tanggaku yang sebenarnya dan juga sedikit hubunganku dengan istri di atas ranjang. Malah aku minta agar mengirim photo dan no. HP-nya serta menyebutkan tempat pertemuannya nanti. Sayapun minta agar ia bersumpah dan berjanji untuk menerima akibatnya jika ia hanya mempermainkanku, sebagaimana pula saya siap lakukan (menulis sumpah). Besok malamnya saya kembali buka emailku dan ternyata nama Tia kembali muncul. Setelah saya buka isinya, ternyata Tia sudah melakukan persiapan akhir. Ia menyebutkan penginapan tempat kami ketemu nanti, warna pakaian yang dikenakannya serta hari H-nya. Tinggal menunggu persetujuanku lewat email saja.

Entah pengaruh dari mana sehingga aku mulai sedikit gemetar bercampur bahagia, ragu, takut, bimbang dan bersemangat silih berganti sejak saya menerima putusan terakhirnya itu. Bahkan mataku yang tadinya mudah sekali tertidur, tiba-tiba rasa ngantukku sulit sekali dan gairahku untuk cepat-cepat bobo bersama istri semakin menurun. Mungkin karena peristiwa yang kami hadapi betul-betul istimewa dan luar biasa bersejarah atau karena takut dan malu kalau-kalau kami kepergok nanti oleh teman atau kenalan lainnya, apalagi suami Tia atau keluarganya ataupun karena takut dipermainkan. Yang jelas kenyataan itulah yang saya rasakan saat itu. Sedang mengenai gairah sexku terhadap istri memang sengaja kukurangi sebagai persiapan untuk bertarung dengan wanita yang belum kukenal nama, wajah dan gambarannya sama sekali. Bahkan kemampuannya di atas ranjang bisa-bisa saya KO jika kurang persiapan, sehingga dapat mengecewakan kami berdua seumur hidup.

Hari itu hari Sabtu sesuai jadwal yang ia tetapkan, saya bangun cepat sekali yakni sekitar jam 5.00 subuh padahal mataku larut malam baru tertidur. Paling lambat Jam 7.30 pagi, saya sudah harus menunggu di penginapan yang dimaksud karena jadwalnya jam 8.00 pagi, tapi saya tidak mau ia perhatikan lebih dahulu. Karena itu, istriku masih dalam keadaan tidur nyenyak, aku sudah selesai mandi lalu berpakaian yang sedikit rapi dan menyemprotkan farfum. Waktu itu saya mengenakan baju kaos warna ungu dengan celana panjang warna hitam lalu memasukkan ke dalam tas pakaianku 1 pasang pakaian lagi sebagai persiapan bermalam. Belum saya selesai menutup tasku, istriku tiba-tiba menegur.

"Kok cepat sekali persiapan berangkatnya pa', tidak seperti biasanya?" katanya terheran, sebab malamnya aku memang sudah buat alasan kalau aku mau ketemu orang tua yang tinggal di suatu desa yang agak jauh dari kotaku. Biasanya jam 8.00 pagi baru ada mobil berangkat ke sana.

"Kebetulan ma' saya mau singgah dulu di rumah teman karena katanya ia juga mau ikut jalan-jalan ke kampung, siapa tahu terlambat ke sana, khan bisa ketinggalan mobil" alasanku berbohong tapi masuk akal.

Jam 7.00 pagi itu, saya naik becak berangkat ke penginapan tersebut dengan jantung berdebar bercampur takut dan gembira. Jam 7.25 saya sudah masuk ke penginapan itu. Sebelum masuk, saya lihat-lihat dulu kiri kanan kalau-kalau ada wanita agak gemuk mengenakan baju warna abu-abu dengan celana warna biru sesuai informasinya lewat email. Saya sendiri sengaja tidak menyampaikan ciri-ciri pakaian yang kukenakan biar sama-sama sibuk dan bingung mencarinya. Beberapa wanita yang lalu lalang keluar masuk penginapan itu, bahkan banyak yang berdiri di depan costumer servicenya, tapi belum satupun wanita yang kulihat sesuai ciri-ciri yang telah disampaikannya. Aku mau tanya petugas penginapan, tapi aku tidak tahu nama yang akan kutanyakan dan saya juga semakin ragu jangan-jangan ia permainkan aku. Akhirnya saya beranikan diri saja bertanya ke salah satu petugasnya kalau-kalau ada tadi wanita yang agak gemuk dengan warna pakaian tersebut telah terdaftar sebagai tamu, namun jawabnya belum ada.

Saya mencoba mengamati semua wanita yang ada dalam ruang tamu, ternyata ada satu orang yang seolah memperhatikanku dari tadi sambil sedikit tersenyum. Tapi aku tidak yakin kalau wanita itu yang kucari, karena bentuk tubuh, rambut, warna baju dan celananya serta kulitnya tidak ada yang sesuai informasinya. Aku semakin meragukan keseriusannya, apalagi jam dinding yang ada di ruang penginapan itu sudah menunjukkan pukul 8.05 pm. Dalam hatiku kalau sampai lewat 30 menit lagi ia belum juga muncul, aku akan pergi saja meninggalkan penginapan itu dan langsung pulang kampung sesuai janjiku pada istri di rumah.

"De' cari siapa? sejak tadi saya perhatikan, nampaknya ada yang dicari dan ditunggu yach?" kata seorang wanita yang sejak tadi memperhatikanku

"Oh, iya bu', ada keluarga yang saya cari, katanya ia mau nginap di sini dan jam 8.00 ia sudah tiba di tempat ini, tapi kok sudah lewat jadwal, ia belum juga muncul," alasanku mengaku sebagai keluarga.

"Mungkin ada halangannya de' diperjalanan" ucapannya singkat.

"Yah mungkin juga atau ia sengaja membohongiku untuk menguji sejauh mana perhatianku padanya" kataku membenarkan.

"Tapi, kok ade' ini nampaknya serius dan penting sekali seolah lama sekali tidak jumpa, emangnya ia dari mana de'?" tanya wanita itu seolah ingin tahu lebih banyak dan nampak penuh perhatian padaku.

"Iya betul, ia baru pulang dari luar Sulawesi dan belum kukenal betul wajahnya, tapi informasinya melalui telpon katanya ia datang sekitar jam 8.00 pagi di penginapan ini dengan perawakan agak gemuk, pakaian berwarna abu-abu-hitam serta rambut panjang," jelasku menyinggung tanda-tanda yang diberikan oleh wanita yang kutunggu itu.

"Oh yah, ibu ini petugas atau tamu penginapan ini?" tanya aku serius.
"Sama dengan ade', aku juga menunggu seseorang yang sama sekali belum kukenal nama, alamat, bodi dan wajahnya," jawabnya sedikit tertawa.
"Jangan-jangan ibu.." tanyaku namun mendadak putus, sebab ia juga tiba-tiba melontarkan kata-kata persis yang kuucapkan (serentak).
"Ha.. Ha.. Ha.., hi.. Hi.. Hi" kami ketawa bersama-sama sambil saling menunjuk karena kami saling yakin kalau apa yang kami cari ternyata sudah dari tadi ketemu, namun berbeda dengan tanda-tandanya.

Setelah kami puas tertawa, bahkan saling menunjuk, akhirnya kami sama-sama terdiam sejenak lalu tersenyum sambil saling menatap dengan tatapan yang tajam sekali dan agak lama. Dalam hatiku ternyata wanita ini kelihatannya masih muda, cantik dan jauh beda apa yang kubayangkan. Setelah puas saling tatap, saya tawarkan untuk memesan kamar secepatnya biar nanti dalam kamar baru cerita dan saling tatap sepuasnya.

"Ayo, iku aku ke sini" katanya tiba-tiba sambil menarik tanganku dan membawaku naik ke atas terus masuk ke salah satu kamar yang terletak di sudut penginapan itu. Aku ikut saja tanpa kata-kata dan tanpa pikir panjang. Setelah kami berada dalam kamar, ia terus menutup pintunya lalu duduk di tepi sebuah rosban yang agak kecil dan sederhana, bahkan kasurnya biasa-biasa saja, lagi pula cuma satu tempat tidur. Dalam hati kecilku mungkin dari tadi ia sudah pesan khusus ruangan ini dan ia nampaknya sudah tahu keadaan penginapan ini.

"Ayo, dekat sini donk, jangan malu-malu, kita khan sudah sepakat dan sama-sama tahu apa tujuan kita ke sini, lagi pula tidak ada orang lain yang memperhatikan dan melarang kita berbuat apa saja dalam kamar ini, karena kita sudah carter, sudah halal.. Ha.. Ha.. Ha" katanya sambil ketawa, karena aku masih berdiri mengamati gambar-gambar yang tertempel dalam kamar itu. Tanpa sepata katapun, aku ikut bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Terus duduk persis di sampingnya lalu saling menatap lagi sambil tersenyum, tapi tiba-tiba tangannya merangkul di leherku dan memelukku erat sekali dan mencium pipiku sejenak, lalu ia mundur ke tembok bersandar dengan kaki melonjong persis menyentuh pantatku.

"Bu', .. Betul.. " belum saya selesai bicara, ia langsung memotong,
"Aduuh, mulai saat ini saya mohon jangan lagi dipanggil ibu, panggil saja nama emailku 'Tia' oke?" katanya tegas.
"Okelah, bila itu permintaannya, tapi saya tadi mau bilang bahwa impian kita ini betul-betul bisa jadi kenyataan, padahal sebelumnya saya tak pernah yakin ada wanita yang mau mengubris iklanku.. Hi.. Hi," kataku sambil ketawa dan gelengkan kepala.

"Kita liat aja nantilah, apa betul bisa kita buktikan sesuai komitmen kita semula atau hanya sekedar impian belaka, tapi yang penting kita ketemu dan saya cukup senang dan bahagia, sekalipun kau tidak mampu mewujudkan janjimu semula, aku tetap siap membayar sewanya sesuai tawaranmu di internet. Oh yah, saya panggil apa anda sekarang?" katanya serius dan seolah ingin membesarkan semangatku.

Bersambung...

Kenikmatan Di Perjalanan

Ai Horny Asian babe enjoys fucking when she goes out with her boyfriend to party

Para netters tentunya pasti ingat apabila tersebut atau tertulis sebuah kalimat seperti di atas, akan tetapi yang aku alami bukanlah seperti itu. Dan yang aku maksud adalah kisah nyata sepanjang jalan antara Temanggung - Semarang.

Aku adalah lelaki berumur 29 Tahun, namaku sebut saja Andi dan sudah menikah bahkan mempunyai seorang anak laki-laki 3 tahun. Cerita ini berawal ketika aku mengantar istriku dalam rangka liburannya (dia seorang dosen) ke salah satu kabupaten di Karesidenan Banyumas sana dan aku sendiri bekerja sebagai "officer" di salah satu perusahaan PMA di Surabaya. Sekembalinya aku dari Banyumas itu aku lewat jalur Wonosobo karena untuk ke arah Semarang lebih cepat. Saat bus berhenti di agen Temanggung teringatlah aku memory dengan bekas pacarku saat aku kuliah di Semarang dan karena kedua orangtuanya tidak setuju akhirnya kami berpisah secara baik-baik.

Dia adalah gadis di sebuah desa di lereng Gunung Sumbing. Wajahnya bulat cantik, bibirnya mirip penyayi Paramitha Rusadi dan bodinya ambooyy. "Aaah.." aku menghela nafas kembali sejenak melintas bayangan wajah itu, wajah seorang Yunita. Dan aku masih mengenang sebuah "French kiss" perpisahan kami di bentangan kebun teh itu dan berlanjut hingga mahkotanya yang terjaga selama ini diserahkan kepadaku. Diiringi mentari yang menyelimuti dirinya dengan kabut putih beriringan dengan desahan dan lenguhan di antara sejuknya udara kota itu. Ada sedikit tanda merah yang tertinggal di rok dalamnya sebelum aku meminta diri untuk meninggalkan semua yang ada di dirinya.

"Maaf Mas apa kursi ini kosong?" tanya suara itu.
Aku terkejut. Oh Tuhan rupanya aku melamun cukup lama tadi itu, gumamku dalam hati. Belum habis rasa terkejutku aku tersentak ketika aku memalingkan kepada seraut wajah itu.
"Ka.. kaa.. mu.. Yunn!" teriakku demikian pula gadis itu.
"Mass.. Andi.." saut Gadis itu yang ternyata adalah Yunita dan ia tidak dapat membendung air matanya dan jatuhlah ia dalam pelukku.
"Aku kangen padamu Yun!" aku membuka perbincangan kami berdua.
"Aku juga kangen Mas!" bisiknya sambil merebahkan pundaknya di bahuku.
Entah siapa yang memulai tiba-tiba bibir kami hanyut dalam kemesraan karena Bus "Patas" yang kami naiki itu kebetulan tidak penuh bahkan beberapa kursi saja yang terisi. Aku yang sudah terangsang sekali karena seminggu belakangan ini tidak bercinta dengan istriku. Kulumat bibirnya yang paling kusukai itu dan desahannya semakin menjadi saat ujung lidahku memainkan belakang kupingnya. Aku mengambil kedua pahanya dan aku tumpukan pada pahaku sementara kepalanya bersandar pada bantal. Tepat disela-sela pantatnya batang kemaluanku yang sedari tadi bangkit setengah tiang dan menyembul mendorong celana casual-ku.

Takut dengan penumpang lain, aku buru-buru menyumpali bibirnya dengan bibirku. Tanganku dibimbingnya menuju busungan dadanya (dia seorang Tae Kwon Do-in). Tanpa diperintah aku menelusupkan tanganku ke kedua bukitnya yang kenyal itu.
"Aaakhh.." desahnya tertahan.
"Mass! aku kangeen banget sama Mas Andi," bisiknya saat aku mulai mengecup mesra putingnya.
"Oooukh.. Mass.. aku nggaak kuath!" bisiknya.
Sementara aku mangambil bantal satu lagi dan kusandarkan di "legrest" dekat jendela. Dia menjambak rambutku amat kuat saat putingnya kugigit-gigit. Sementara puting satunya kupilin dengan telunjuk dan jempolku. Badanku mulai hangat, demikian pula tubuh Yunita semakin menggelinjang tak karuan. Aku masih saja memberikan sensasi kenikmatan pada kedua putingnya dan ternyata itu merupakan titik didihnya dia.

Sekitar tiga menit kemudian, "Oookkh Maass.. akuu maauu.. ss.. saamp.." desahnya saat aku menyudut kencang payudaranya hingga tenggelam setengahnya di mulutku. Ia menggelinjang pelan dan ia menggosok-gosok kedua pahanya dan celana kulotnya mulai lembab oleh cairan maninya. Sesaat kemudian kupelorotkan celana kulotnya serta CD-nya dan Yunita makin menggelepar hebat dan secepat kilat aku mencium rambut-rambut di bawah pusarnya, hhmm.. harum sekali. Tiba-tiba kepalaku ditekannya menuju lubang kewanitaannya dan aku bagai kerbau di congok menuruti saja apa yang ia inginkan. Kusibakkan "labia mayora" dan "labia minora"-nya dan tersembullah klitorisnya yang kemerahan dan sekejap lalu kumainkan ujung lidahku di sana. Sementara jari tengahku memainkan liang kemaluannya. kutusuk pelan-pelan dan kukeluar-masukkan degan lembut. Yunita semakin tak menguasai dirinya dan mengambil bantal untuk menutup mulutnya dan aku hanya mendengar suara desahan yang tak begitu jelas. Akan tetapi Yunita bereaksi hebat dan tak lagi menguasai posisinya di pangkuanku. Batang kemaluanku yang sedari tadi tegang rasanya sia-sia kalau tidak aku sarangkan di lubang kemaluan wanita yang kukagumi itu. Aku mengangkat sedikit pinggulnya dan kubuka zipper lalu kukeluarkan batang kemaluanku, sementara aku mulai mengatur posisi Yunita untuk kumasuki.

"Slepph!" dengan mudah kepala batang kemaluanku masuk karena lubang kemaluannya sudah lembab dari tadi. Bersamaan itu Yunita mengernyitkan dahinya dan mendesah,
"Aaakkhh.. Pelann dikit Yang.. effmhh.. ookhh.." Yunita menjerit lirih saat semua batang kemaluanku menjejali rongga rahimya yang masih mampu memijit meski seorang "Putri"-nya telah keluar dari rahim itu.
Rasanya begitu hangat dan sensasional dan aku membisikkan padanya agar jangan menggoyangkan pantatnya. Kami rindu dan ingin berlama-lama menikmati moment kami kedua yang amat indah, syahdu dan nikmat ini. Aku melipat pahaku dan aku melusupkan dibalik punggungnya agar dia merasa nyaman dan memaksimalkan seluruh batang kemaluanku di rahimnya. Kurengkuh tengkuknya dan kulumat bibirnya dengan lembut bergantian ke belakang telinga dan lehernya yang jenjang. Tangan kiriku memberikan sentuhan di klitorisnya, kutekan dan kugoyang ujung jariku di sana.

"Oookkh.. Mass Andii.. aaku.. kann.. ngen.. " katanya terbata saat aku menciumi belakang lehernya. Tubuhnya mulai menggigil dan Yunita diam sesaat merasakan pejalnya batang kemaluanku mengisi rahimnya, wajahnya menahan sesuatu untuk diekspresikan. Aku merasakan bahwa ia sebentar lagi mendapatkan orgasmenya, lantas buru-buru kubisikkan ditelinganya.
"Tumpahkan semua rindumu Sayang.. aku akan menyambutmu.." bisikku mesra.
"Iii.. yyaach Masshh.." ia mulai memejamkan matanya untuk sensasi tersebut.
Aku membantunya mempercepat tempo permainan ujung jariku di klitorisnya, sementara itu ujung lidahku juga tidak ketinggalan memutar-mutar putingnya dan sesekali menyedotnya lembut.

Hampir lima menit Yunita mulai membuka bibirnya dan kedua matanya dibuka sayu menikmati kemesraan yang ada. "Ookkh.. aakhh.. aakkhh.. Mass.. sshh.." hanya itu yang ia ucapkan. Desahan-desahannya membuatku semakin bernafsu menjelajahi seluruh tubuhnya dengan ujung lidahku dan ketika aku sampai pada ketiaknya buru-buru Yunita menarik kepalaku. Ia lantas melumat bibirku kesetanan bagai tiada hari esok dan semenit kemudian berbisik, "Mmmhh.. Mass.. sshh.. Yunita mm.. mmauu.." lantas aku melumat bibirnya dan kulepas permainanku di klitorisnya. Tangan kiriku kutarik ke atas untuk menstimulasi puting kirinya dan ternyata usahaku tidak sia sia. "Aaa.. aakkh.. aakkhh.. akkhh.. oohghh.." desah Yunita dalam erat dekapanku. "Oookhh.. nikk.. matthh.. Saayy.. yang.." bisiknya mengakhiri orgasmenya menandakan kepuasan dari cinta kami berdua. Aku mengambil jaketku dan menutupi bagian pribadi kami yang sempat morat-marit. Meskipun batang kemaluanku masih tertancap dalam-dalam akan tetapi aku tidak ingin mengakhirinya dengan ejakulasiku karena situasi saja yang tidak memungkinkan.

"Aaawww.. geli Mass.." desah Yunita geli oleh denyutan batang kemaluanku.
"Baik Nita sayang.. aku akan mencabutnya.."
Bersamaan itu,
"Aaahh," Nita menjerit lirih kegelian.
Kami pun tertidur bersama hingga sampailah kami di kota Atlas, kota yang penuh kenangan bagi kami berdua dan istriku tercinta.
"Dik Nita sekarang tinggal dimana?" tanyaku sambil mengemasi bawaanku.
Belum sempat Nita jawab HP-ku berbunyi rupanya dari istriku yang menanyakan tentang perjalananku.
"Iya Maa.. aku udah nyampai di Semarang dengan selamat," jawabku singkat.
"Awas kalau mampir-mampir," ancam istriku bercanda.
"OK, Boss," lantas aku menutup pembicaraan itu.

"Dari Istri Mas?" tanya Nita padaku.
"Hem em," aku malas menanggapi.
Nita dan istriku adalah sama-sama bekas pacarku dan keduanya saling tahu tentang aku bahkan pribadi mereka masing-masing.
"Eh Mas Andi mau kemana sich?" selidik Nita.
"Mau ke rumahmu," jawabku enteng.
"Ee.. ee.. Enak saja, ketahuan suamiku berabe lho."
"Aku serius lho," desakku.
Nita mengernyitkan dahinya lagi penuh tanda tanya.
"Benar nich," sahutnya.
"Hem emm Sayaangg.." jawabku sambil kukecup bibirnya dan kumainkan ujung lidahku di rongga mulutnya.
"Aaakkh.. udah ach.. maunya yang anget teruss," Nita menepis pelan pipiku.
Aku lantas merangkul dia ke dalam pelukanku. Angan laki-lakiku pun mulai berimprovisasi dan aku telah menemukan retorika tepat untuk dia.

"Nit aku khan belum puas melepas rindu ama kamu, kita lanjutin di Hotel Garden Palace yukk!" ajakku mengharap jawaban iya dari Nita.
Tapi Nita diam saja tak bergeming, sialan pikirku. Ketika kondektur berteriak bahwa bus telah sampai di sebuah halte, Nita menegakkan badannya isyarat bahwa ia akan turun maka aku membimbingnya (sebetulnya aku akan turun diterminal Terboyo). Lantas kami pesan taksi dan aku bilang pada supir untuk ke Garden Palace Hotel, saat itulah Nita hendak mengucapkan sesuatu. Buru-buru aku menepisnya dan memainkan ujung lidahku di belakang kupingnya. "Aku masih kangen Nit," kataku berusaha untuk meyakinkannya.

Singkatnya kami segera pesan kamar yang menghadap ke Semarang bawah. Setelah mandi dan makan malam kami terlibat obrolan agak lama tentang masa lalu kami. Kunyalakan channel Video dan malam itu kebetulan di putar Blue XX. Aku menatap wajah Nita makin gelisah, mungkin ini perselingkuhan pertama bagi dia, meskipun bagiku ini merupakan yang pertama juga. Wajar ia takut suaminya dosa dan keinginannya untuk mendapatkan kehangatan dan kelembutan kasih dariku. Aku merangkul pundaknya.
"Kamu OK saja Nit?" tanyaku membuka pembicaraan kami.
"I.. iiya.. Mas.." jawabnya.
"Aku pijitin kamu yach," kataku sambil menarik punggungnya membelakangiku.
Aku memijit mulai dari kedua pundaknya, lengan, pinggul dan kembali ke lehernya.
Saat jemariku menelusuri lehernya Nita mendesah lembut.
"Akkhh.." desahnya.
"Enak khan Yang?" tanyaku sambil mendekatkan bibirku ke belakang lehernya.
"Oookh.. Mashh.." desahnya.
Rupanya pancinganku berhasil, lantas aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan kami berdua.

Kali ini aku sudah dikuasai nafsuku, dengan cepat aku membalikkan tubuhnya menghadapku. Aku mulai menjelajahi seluruh tubuhnya dan satu persatu gaun tidur yang dikenakan kulepaskan dan kini di hadapanku sosok ibu muda yang putih mulus seksi menunggu kehangatan dariku. Kusapu seluruh tubuhnya dengan lidahku. Nita memejamkan matanya dan hanya bisa mendesis melenguh dan mendesah. Tubunhya kini bagai bermuatan listrik beribu-ribu volt. Sumsum tulangnya menjadi nyeri dan permukaan kulitnya terasa geli dan harus disentuh. "Aaakhh.. nimaatthh.. teruss Mass.." teriaknya keras saat aku mulai menjilat klitorisnya dan memainkan ujung lidahku di sana. Aku lantas menelusupkan jari tengahku di liang senggamanya, ia tersentak sebetar lantas menggoyang-goyangkan pinggulnya pelan.
"Emmhh.. ookhh.. cepat Mas masuki aku.." pinta Nita.
"Baik Sayang.." kataku, lantas mengambil sikap untuk siap-siap menyetubuhinya.
Kurengkuh tengkuknya, sementara mulutku asyik mengulum dua buah bukit nikmatnya. Dan di bawah perut sana..
"Sleepph.." batang kemaluanku masuk setengahnya.
"Ookh.." Nita mendongak.
Dan satu hentakan lagi batang kemaluanku memasuki dan menyumpal liang kemaluannya.
"Oookkh.. ookkh.. aakkhh.. sedot teruss Masshh.. puaskan aku malam inii.." ceracau Nita tak beraturan.
"Aaakkhh.. aakkhh.. mmpphh.." Nita mengguman merasakan tubuhnya hangat dan sela selangkangannya amat nikmat.

Aku mulai menggejot perlahan dan seirama gerakan batang kemaluanku Nita mengimbangi dengan goyangan pinggulnya. Lima menit berlalu samapailah Nita pada puncak yang diinginkannya, Nita histeris memanggil-manggil namaku disela-sela desah nafasnya. Aku pun tak ingin menyia-nyiakan waktu itu dan kugenjot lebih keras lagi dan Nita semakin tak beraturan mengatur posisi orgasmenya.
"Nit.. aku mau.. di dalam att.. tau.." tanyaku pada Nita.
"Mmpphh.. ookkh.. aakkhh.. aakhh.." Nita semakin dahsyat dan malah mempererat pelukannya.
"Aaakkhh.." pekikku tertahan dan kepalaku mendongak mencurahkan birahiku di rahimnya.
"Aaawww.. aakkh.. aakk.. Maass.. sshh.." Nita mencengkeram punggungku saat tetes demi tetes maniku menyembur dinding rahimnya.
Kujatuhkan diriku di samping Nita dan kuraih minuman segar lantas kuberikan pada Nita. Kami pun berpelukan mesra dan saling melepas perasaan rindu masing-masing dan malam beringsut, kami pun mengulangi lagi hingga pagi membangunkan kami berdua. Kuantar ia hingga station bus kota itu untuk menuju rumah kontrakannya di Semarang Barat. Aku sendiri melanjutkan perjalananku ke Surabaya dan aku kini kehilangan kontak dengannya.

Demikianlah kisahku dan aku membuka komentar dari para netter. Untuk para ibu muda dan tante-tante, aku membuka kesempatan untuk berkomentar.

TAMAT

Payudara Yang dibalut Rambut


Untuk ketiga kalinya saya bercerita tentang pengalaman "ngeseks" di situs ini. Belum termasuk penulis aktif memang, karena untuk menulis cerita tersebut saya hanya memanfaatkan waktu luang dan setengah curi-curi agar tidak diketahui isteri atau rekan-rekan yang lain. Bukan apa-apa sih, sekedar menjaga lingkungan agar sama-sama enjoy. Bagi saya mengunjungi situs ini terasa membawa keasyikan tersendiri, minimal yang saya rasakan adalah bertambahnya daya imajinasi tentang kehidupan seks, meskipun 90% prakteknya tetap disalurkan kepada isteriku.

Seperti pada dua ceritaku yang lalu, sebut saja aku Anto, usiaku saat ini sudah berkepala empat menjelang lima, sudah berkeluarga dengan anak dua. Perilaku dalam kehidupan seks normal, hanya saja jika pada umumnya laki-laki tertarik pada wanita yang usianya lebih muda, berbody seksi dengan pantat bahenol dan dada montok, sementara aku justru lebih tertarik pada wanita yang memiliki rambut tebal dan panjang, usia tidak masalah yang penting bukan ABG. Karena itu walau usiaku kini sudah termasuk setengah baya, namun jika melihat wanita yang berambut tebal dan panjang (kendati pemiliknya sudah setengah baya).. langsung saja gairah seksku meningkat. Yach..bisa jadi kondisiku ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa puberku dalam berhubungan badan dengan lawan jenis.

Ketika itu usiaku baru 15 tahun dan kata orang betawi merupakan masa yang sedang ngebet-ngebetnya pengin ngesek (ngerasain seks). Cuma karena belum cukup umur, biasanya keinginan tersebut hanya disalurkan secara swalayan sambil membayangkan si "Nani" dengan berdesah.. Ooo.. na.. ni, o.. na.. ni (eh mungkin saja karena itu jadi banyak orang mengatakan kegiatan swalayan dengan istilah "onani".).

Pengalamanku diusia tersebut sedikit beruntung.. karena tidak harus berlama-lama swalayan. Dirumahku ada Bulik Anna yang saat itu sudah berusia 36 tahun tapi bodynya masih OK, rambutnya tebal, ikal, hitam dan panjang sepunggung. Dia sejatinya teman ibuku namun pada kesempatan-kesempatan tertentu dia bertindak sebagai "guru" sekaligus menjadi muara birahiku yang sedang menggebu-gebu. Bulik anna sangat pandai menjaga citra diri dan berakting manis didalam keluarga kami. Sehingga meskipun kami sudah ML berkali-kali ? kedua orang tuaku tidak curiga sama sekali. Kami sama-sama menikmati, dia puas karena dapat "burung muda" sementara akupun puas sebab tidak harus konak sendirian, lumayanlah ngirit sabun, hee..hee.. (O.. ya, pengalaman tentang pendaratan pertama "apollo"ku di "bulan"nya Bulik Anna sudah kuceritakan di situs ini pada "gara-gara harnet")

Suatu hari, tepatnya malam minggu tapi tanggal, bulan dan tahunnya lupa, Aku benar-benar bingung dan resah. Waktu itu aku baru pulang nonton film "Intan perawan kubu" dengan pemeran utama artis YO.(tahu khan??) Nah disalah satu adegannya ia tampil polos, hanya rambutnya yang ikal, panjang dibelah dua dan dipindahkan kedepan sehingga menutupi payudaranya.! Woouu.. aku jadi konak berat menyaksikan adegan tersebut dan yang bikin tambah resah ketika aku pulang kerumah. Inginnya langsung kusalurkan ke Bulik anna, namun lagi-lagi sial karena orangtuaku tidak jadi pergi malam itu, ketika aku pulang mereka sedang ngobrol diruang keluarga sambil nonton TV. Pokoknya..benar-benar suntuk aku malam itu, dan terpaksalah aku "onana"..(karena yang dikhayalin bulik anna)

Paginya, aku dapat akal dan setelah sarapan pagi aku langsung bilang sama Ibuku..
"Ma.. besok ada pelajaran sejarah, tapi kata Pak guru kami disuruh cari referensi buku lain, jadi aku pagi ini mau ke toko buku ya."!
"Lho emangnya kamu berani sendiri, khan Pak rus (sopir) libur hari ini" tanya ibuku..
" Berani sih, tapi kalau Bulik Anna mau nemani juga boleh, kami naik taksi aja " jawabku sambil melirik bulik anna yang duduk disebelah ibuku.
" Enak.. aja kamu, tanya dulu tuh sama bulik..!! Piye.. Mbak, iso ora..! jawab ibuku sambil bertanya ke bulik Anna.
" ya.. udah bulik anterin..dasar anak manja "!! bulik anna menimpali pembicaraan kami sambil tersenyum dikulum penuh arti.
" Tuh..bulik mau khan Ma"!!, Nah minta uangnya dong
" Ah .. dasar kamu to!!"

Selesai sarapan kami langsung bersiap-bersiap. Bulik Anna memakai rok terusan, rambutnya yang lebat dan panjang hanya dilipat setengah, sehingga tampak ia hanya memiliki rambut sebahu. Kamipun berpamitan pada kedua orang tuaku dengan tidak lupa minta sanggu yang lebih dengan alasan kami mau makan diluar. Kira -kira lima puluh meter setelah kami meninggalkan rumah, langsung saja kucubit bulik anna sambil kukatakan..
"Ma'kasih ya bulik mau ngantar, sebenarnya aku pusing nih bulik"!!
"Bulik tau koq.. dari tadi malam khan?! kata bulik anna sambil senyum sensasional.
"Lho ..kalau bulik tahu, koq tadi malam tidak kekamarku setelah papa mama tidur??"
"Tenang kita selesaikan ditempat biasa" sambungnya lagi, dan taksipun melaju ke arah kemayoran,..

Setelah turun dari taksi kami langsung check in di suatu tempat yang sudah tidak asing lagi bagi kami. Disinilah kami sering ML jika keadaan dirumah tidak memungkinkan, tempat memang tidak terlalu bagus tetapi cukup nyaman untuk menyalurkan hasrat sesaat, apalagi para petugasnya sudah kenal dengan kami.

Aku yang sudah menahan hasrat sejak tadi malam, makanya begitu masuk kamar langsung kuserbu bulik anna, kami berguling-gulung dikasur dengan bibir berpagutan lengket sekali. Mendapat serbuan mendadak, bulik anna sempat terperangah, sambil terenggah-enggah bulik Anna juga mengimbangi aktivitasku dengan sesekali bergumam.." huuh dasar anak muda!! tapi .. oenaak koq".

Bibir kami terus saling melumat sementara tangan kami saling beraksi melepas pakaian masing-masing.. sampai akhirnya kami berdua dalam keadaan polos tanpa ada lagi yang melekat ditubuh. Setelah melepas pakaiannya, tanganku kembali aktif meremas payudara bulik anna yang masih terasa kenyal..kumainkan pentilnya yang sudah mulai menjulang hitam semu merah. Jemari tangan bulik anna juga tidak kalah aktifnya, ia sudah mengocok lembut "apollo"ku. Hanya ketika dia berancang-ancang mengulum penisku.. kutahan tubuhnya.. dia sempat heran..

"Sebentar bulik.." tadi malam aku konak berat dengan penampilan YO di film, jadi aku ingin bulik seperti dia..!! kataku menjelaskan.
"Ok.. lah terserah kamu!! jawab bulik Anna pasrah..

Dengan tetap berdiri, kubalik tubuh mulusnya, aku rapatkan tubuhku sehingga penisku nempel kepantat bulik Anna.. Kugesek-gesek pantatnya dengan penis, sementara tangganku mengurai rambut bulik Anna yang tebal, panjang dan harum..kusisir dengan jemari tanganku.. kemudian ku bagi dua..dan kupindahkan kedepan sehingga menutupi kedua payudara bulik Anna yang sudah tegang. Masih dari belakang dengan posisi tubuh berhimpitan.. tanganku meremas payudara yang tertutup rambut.. woauu asiknya bukan main.. diapun menikmati. Tubuhnya menggeliat.. sampai dia tidak tahan lagi dan langsung berbalik sambil berjongkok dan memegang penisku..yang sudah semakin mengeras.

Dalam posisi dia jongkok aku berdiri, ia tidak langsung mengulum.. namun ia pindahkan rambutnya yang sudah tergerai berserakan keatas penisku..kini gantian dia yang memainkan penisku dengan rambutnya..
"Auouu.. ah.. ahh.. enak sekali bulik"!! rintihku menahan geli bercampur nikmat yang luar biasa. Mendapat sensasi rambut seperti itu..aku hampir tidak tahan, tapi aku tidak ingin air maniku muncrat dirambutnya. Kudorong bahu bulik Anna.. agar Ia menghentikan sejenak pemainan rambutnya. Bulik Anna yang sudah mulai terangsang, tidak mau berhenti begitu saja.. dari pemainan rambut ia beralih melumat penisku dengan mulutnya.. Sambil dikulum penisku, kedua tanganku mengacak-acak rambut bulik Anna kesukaanku..

Bayangkan.. aku merasa seperti diawang-awang, terasa darahku mengalir cepat, penisku terasa berdenyut-denyut menikmati kombinasi permainan lidah bulik Anna dikepala burung dengan sensasi rambut nya yang lebat berserakkan. Rambut bulik Anna yang sudah acak-acakan terus saja kumainkan..sehingga denyutan penisku terasa semakin cepat.. Mungkin hanya sekitar tiga menit aku menikmati permainan itu karena benar-benar tidak mampu lagi menahan sensasi yang luar biasa,.. "Ahh..auu..ahh.. bulik.. ahh.. aku keluar.."!! Air maniku muncrat deras. Saking banyaknya sampai tidak tertampung dimulut bulik Anna sehingga sebagian mengenai wajah dan rambutnya. Bulik Anna tampak belum orgasme, namun dia dengan sabar.. membantuku dalam menikmati saat konsolidasi..

"Terimakasih Bulik..nikmat sekali"!! Kataku puas.
"Sama-sama, istirahat dulu lah "! Kata Bulik Anna sambil memeluk dan mengibas-ngibaskan rambutnya ketubuhku..

Aku merebahkan diri di kasur.., Bulik Annapun mengikuti tiduran disampingku. Sekitar lima menit aku tergolek dikasur, Ia masih memelukku, kemudian setelah dia melihat aku sudah siuman dari kenimatan, Ia mulai beraksi lagi dengan rambutnya. Dia geraikan rambutnya diatas tubuhku, mulai dari dadaku.. terus turun kebawah.., Persis diatas penisku dia gusel-guselkan kepalanya.. tampak benar.. rambut yang lebat dan harum berserakan..menutupupi sekitar penisku. Lalu dia atur lagi rambutnya untuk membalut payudaranya kemudian dia himpitkan payudara yang sudah dibalut rambutnya ke dadaku dan digerakkan naik turun.. Sensasional sekali .. sehingga tanpa terasa penisku tegak lagi, bahkan ketegangannya jauh lebih tegang dari yang pertama.

Karena ini giliranku untuk memuaskan Bulik Anna, aku segera mengambil insiatif, kuputar tubuhnya menjadi aku diatas dia dibawah dengan selangkangannya tepat dimukaku sementara kepalanya juga tepat menghadap penisku..dan.. mulailah aktivitas 69. Posisi ini yang paling disukai oleh Bulik Anna, semakin aktif aku mempermainkan lidahku di liang vaginanya..semakin erotis gerakkan dia mengimbanginya. Tangganku memeluk erat kedua pahanya sehingga kepalaku semakin terbenam diselakangan. Puas lidahku mengitari lubang, kulanjutkan dengan menyedot dalam-dalam bagian tepinya. Tubuh Bulik Anna melonjak-lonjak sementara vaginanya sudah semakin basah.

"Ayoo.. To masukin.. Bulik sudah ngga tahan nih.."!! seru Bulik Anna sambil membalikan tubuhnya. Ia berjongkok di atasku dan mengarahkan penisku menusuk liang vaginanya.. "slleebb"!!terdengar suara bersamaan dengan Bulik Anna menurunkan pantatnya. Dengan posisi itu, lalu dia bergerak meliuk-liuk sehingga payudara berguncang tersamar dengan rambutnya yang tergerai kian kemari mengikuti irama gerakkan. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan, langsung kutangkap dan kuremas-kuremas dengan penuh nafsu. Dengan aktivitas masing-masing, kami benar-benar saling menikmati, pantatku ikut bergerak naik turun seiirama dengan gerakan Bulik Anna, ..
"Akh..oo.. enak..!! erang kami bergantian, disela-sela desahan nafas.

Cukup lama kami bermain dengan posisi ini dan kulihat gerakan tubuh Bulik Anna sudah tidak beraturan. Segera aku mengangkat badan sehingga aku dapat memeluk Bulik Anna seperti orang memangku dan setelah beberapa kali kusodok-sodok.. kubalikan tubuhnya. Kami sempat bergumul namun tampaknya Bulik Anna sudah hampir orgasme, jadi begitu tubuhnya kutindihi, ia mengapitkan kedua pahanya, terasa lubang vagina Bulik Anna menyempit dan berdenyut-denyut.

"Aouu.. to.. Bulik mauu keluar.. nih!!" .. Tubuhku dipeluk erat sekali..mulutnya langsung kututup dengan bibirku sementara tanganku menjambak lembut rambutnya untuk mengantar Bulik Anna mencapai orgasme. Kubiarkan penisku menancap di lubangnya..dan setelah beberapa saat ia mengalami orgasme, kubalik lagi tubuh Bulik Anna. Kini dia terlungkup dengan penisku tetap dalam sarang. Kumainkan maju mundur.. sementara tanganku meremas payudara dari belakang, sedang wajahku kubenamkam dirambutnya yang harum. Bulik Anna mengerang nikmat lagi.., Beberapa saat kemudian kusibak rambutnya.. lalu bibirku mengecup tengkuknya yang mulus..Mungkin karena dia belum tuntas orgasmenya sehingga ketika menerima perlakuan tersebut.. Dia menggeliat-mengeliat lagi..

"Ayoo..to.. keluarin.. aku juga mau keluar lagi nih.. sama-sama ya"!! pinta Bulik Anna sambil terenggah-enggah.
Aku tidak menjawab tetapi kecupanku semakin menguat ditengkuknya..tubuh Bulik Anna kembali mengejang, dan.. akhh..akhh.. lengkuh Bulik Anna berbarengan dengan semprotan airmaniku untuk kedua kalinya.
Kami tergolek bersama, sambil mengatur nafas masing-masing..

"Ohh.. Bulik puas sekali To"!! Kamu sudah semakin pandai saja..
"Ya.. siapa dulu, dong gurunya"!! balasku sambil melumat lagi bibirnya..

Setelah cukup istirahat, kami saling merapikan diri..Aku membantu menyisirkan rambut Bulik Anna yang kusut karena tadi terus kuacak-acak. Tampak ditengkuk Bulik Anna bekas kecupanku, untung saja ketika pergi dari rumah tadi, Bulik Anna tidak sanggulan penuh.. sehingga sepintas masih tertutup oleh rambutnya..

"Terima kasih Bulik.. sekarang saya sudah ngga pusing lagi"!! kataku manja sambil mengecup pipinya.. dan berlalulah kami ke-toko buku.

TAMAT

Goyangannya Nikmat

Nayuka Pretty Asian model has a hot hairy pussy and big tits to show off

Sebagai pasangan suami istri muda yang baru setahun berumah tangga, kehidupan keluarga kami berjalan dengan tenang, apa adanya dan tanpa masalah.

Saya, sebut saja Ratna (23), seorang sarjana ekonomi. Usai tamat kuliah, saya bekerja pada salah satu perusahaan jasa keuangan di Solo. Sebagai wanita, terus terang, saya juga tidak bisa dikatakan tidak menarik. Kulit tubuh saya putih bersih, tinggi 163 cm dan berat 49 kg. Sementara ukuran bra 34B. Cukup bahenol, kata rekan pria di kantor. Sementara, suami saya juga ganteng. Rio namanya. Umurnya tiga tahun diatas saya atau 26 tahun. Bergelar insinyur, ia berkerja pada perusahaan jasa konstruksi. Rio orangnya pengertian dan sabar.

Karena sama-sama bekerja, otomatis pertemuan kami lebih banyak setelah sepulang atau sebelum berangkat kerja. Meski begitu, hari-hari kami lalui dengan baik-baik saja. Setiap akhir pekan--bila tidak ada kerja di luar kota--seringkali kami habiskan dengan makan malam di salah satu resto ternama di kota ini. Dan tidak jarang pula, kami menghabiskannya pada sebuah villa di Tawangmangu.

Soal hubungan kami, terutama yang berkaitan dengan 'malam-malam di ranjang' juga tidak ada masalah yang berarti. Memang tidak setiap malam. Paling tidak dua kali sepekan, Rio menunaikan tugasnya sebagai suami. Hanya saja, karena suami saya itu sering pulang tengah malam, tentu saja ia tampak capek bila sudah berada di rumah. Bila sudah begitu, saya juga tidak mau terlalu rewel. Juga soal ranjang itu.

Bila Rio sudah berkata, "Kita tidur ya," maka saya pun menganggukkan kepala meski saat itu mata saya masih belum mengantuk. Akibatnya, tergolek disamping tubuh suami--yang tidak terlalu kekar itu-dengan mata yang masih nyalang itu, saya sering-entah mengapa-menghayal. Menghayalkan banyak hal. Tentang jabatan di kantor, tentang anak, tentang hari esok dan juga tentang ranjang.

Bila sudah sampai tentang ranjang itu, seringkali pula saya membayangkan saya bergumulan habis-habisan di tempat tidur. Seperti cerita Ani atau Indah di kantor, yang setiap pagi selalu punya cerita menarik tentang apa yang mereka perbuat dengan suami mereka pada malamnya. Tapi sesungguhnya itu hanyalah khayalan menjelang tidur yang menurut saya wajar-wajar saja. Dan saya juga tidak punya pikiran lebih dari itu. Dan mungkin pikiran seperti itu akan terus berjalan bila saja saya tidak bertemu dengan Karyo. Pria itu sehari-hari bekerja sebagai polisi dengan pangkat Briptu. Usianya mungkin sudah 50 tahun. Gemuk, perut buncit dan hitam.

Begini ceritanya saya bertemu dengan pria itu. Suatu malam sepulang makan malam di salah satu resto favorit kami, entah mengapa, mobil yang disopiri suami saya menabrak sebuah sepeda motor. Untung tidak terlalu parah betul. Pria yang membawa sepeda motor itu hanya mengalami lecet di siku tangannya. Namun, pria itu marah-marah.

"Anda tidak lihat jalan atau bagaimana. Masak menabrak motor saya. Mana surat-surat mobil Anda? Saya ini polisi!" bentak pria berkulit hitam itu pada suami saya.

Mungkin karena merasa bersalah atau takut dengan gertakan pria yang mengaku sebagai polisi itu, suami saya segera menyerahkan surat kendaraan dan SIM-nya. Kemudian dicapai kesepakatan, suami saya akan memperbaiki semua kerusakan motor itu esok harinya. Sementara motor itu dititipkan pada sebuah bengkel. Pria itu sepertinya masih marah. Ketika Rio menawari untuk mengantar ke rumahnya, ia menolak.

"Tidak usah. Saya pakai becak saja," katanya.

Esoknya, Rio sengaja pulang kerja cepat. Setelah menjemput saya di kantor, kami pun pergi ke rumah pria gemuk itu. Rumah pria yang kemudian kami ketahui bernama Karyo itu, berada pada sebuah gang kecil yang tidak memungkinkan mobil Opel Blazer suami saya masuk. Terpaksalah kami berjalan dan menitipkan mobil di pinggir jalan.

Rumah kontrakan Pak Karyo hanyalah rumah papan. Kecil. Di ruang tamu, kursinya sudah banyak terkelupas, sementara kertas dan koran berserakan di lantai yang tidak pakai karpet.

"Ya beginilah rumah saya. Saya sendiri tinggal di sini. Jadi, tidak ada yang membersihkan," kata Karyo yang hanya pakai singlet dan kain sarung.

Setelah berbasa basi dan minta maaf, Rio mengatakan kalau sepedamotor Pak Karyo sudah diserahkan anak buahnya ke salah satu bengkel besar. Dan akan siap dalam dua atau tiga hari mendatang. Sepanjang Rio bercerita, Pak Karyo tampak cuek saja. Ia menaikkan satu kaki ke atas kursi. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang ada di atas meja.

"Oh begitu ya. Tidak masalah," katanya.

Saya tahu, beberapa kali ia melirikkan matanya ke saya yang duduk di sebelah kiri. Tapi saya pura-pura tidak tahu. Memandang Pak Karyo, saya bergidik juga. Badannya besar meski ia juga tidak terlalu tinggi. Lengan tangannya tampak kokoh berisi. Sementara dadanya yang hitam membusung. Dari balik kaosnya yang sudah kusam itu tampak dadanya yang berbulu. Jari tangannya seperti besi yang bengkok-bengkok, kasar.

Karyo kemudian bercerita kalau ia sudah puluhan tahun bertugas dan tiga tahun lagi akan pensiun. Sudah hampir tujuh tahun bercerai dengan istrinya. Dua orang anaknya sudah berumah tangga, sedangkan yang bungsu sekolah di Bandung. Ia tidak bercerita mengapa pisah dengan istrinya.

Pertemuan kedua, di kantor polisi. Setelah beberapa hari sebelumnya saya habis ditodong saat berhenti di sebuah perempatan lampu merah, saya diminta datang ke kantor polisi. Saya kemudian diberi tahu anggota polisi kalau penodong saya itu sudah tertangkap, tetapi barang-barang berharga dan HP saya sudah tidak ada lagi. Sudah dijual si penodong.

Saat mau pulang, saya hampir bertabrakan dengan Pak Karyo di koridor kantor Polsek itu. Tiba-tiba saja ada orang di depan saya. Saya pun kaget dan berusaha mengelak. Karena buru-buru saya menginjak pinggiran jalan beton dan terpeleset. Pria yang kemudian saya ketahui Pak Karyo itu segera menyambar lengan saya. Akibatnya, tubuh saya yang hampir jatuh, menjadi terpuruk dalam pagutan Pak Karyo. Saya merasa berada dalam dekapan tubuh yang kuat dan besar. Dada saya terasa lengket dengan dadanya. Sesaat saya merasakan getaran itu. Tapi tak lama.

"Makanya, jalannya itu hati-hati. Bisa-bisa jatuh masuk got itu," katanya seraya melepaskan saya dari pelukannya. Saya hanya bisa tersenyum masam sambil bilang terimakasih.

Ketika Pak Karyo kemudian menawari minum di kantin, saya pun tidak punya alasan untuk menolaknya. Sambil minum ia banyak bercerita. Tentang motornya yang sudah baik, tentang istri yang minta cerai, tentang dirinya yang disebut orang-orang suka menanggu istri orang. Saya hanya diam mendengarkan ceritanya.

Mungkin karena seringkali diam bila bertemu dan ia pun makin punya keberanian, Pak Karyo itu kemudian malah sering datang ke rumah. Datang hanya untuk bercerita. Atau menanyai soal rumah kami yang tidak punya penjaga. Atau tentang hal lain yang semua itu, saya rasakan, hanya sekesar untuk bisa bertemu dengan berdekatan dengan saya. Tapi semua itu setahu suami saya lho. Bahkan, tidak jarang pula Rio terlibat permainan catur yang mengasyikkan dengan Pak Karyo bila ia datang pas ada Rio di rumah.

Ketika suatu kali, suami saya ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan, Pak Karyo malah menawarkan diri untuk menjaga rumah. Rio, yang paling tidak selama sepakan di Jakarta, tentu saja gembira dengan tawaran itu. Dan saya pun merasa tidak punya alasan untuk menolak.

Meski sedikit kasar, tapi Pak Karyo itu suka sekali bercerita dan juga nanya-nanya. Dan karena kemudian sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri, saya pun tidak pula sungkan untuk berceritanya dengannya. Apalagi, keluarga saya tidak ada yang berada di Solo. Sekali waktu, saya keceplosan. Saya ceritakan soal desakan ibu mertua agar saya segera punya anak. Dan ini mendapat perhatian besar Pak Karyo. Ia antusias sekali. Matanya tampak berkilau.

"Oh ya. Ah, kalau yang itu mungkin saya bisa bantu," katanya. Ia makin mendekat.
"Bagaimana caranya?" tanya saya bingung.
"Mudah-mudahan saya bisa bantu. Datanglah ke rumah. Saya beri obat dan sedikit diurut," kata Pak Karyo pula.

Dengan pikiran lurus, setelah sebelumnya saya memberitahu Rio, saya pun pergi ke rumah Pak Karyo. Sore hari saya datang. Saat saya datang, ia juga masih pakai kain sarung dan singlet. Saya lihat matanya berkilat. Pak Karyo kemudian mengatakan bahwa pengobatan yang didapatkannya melalui kakeknya, dilakukan dengan pemijatan di bagian perut. Paling tidak tujuh kali pemijatan, katanya. Setelah itu baru diberi obat. Saya hanya diam.

"Sekarang saja kita mulai pengobatannya," ujarnya seraya membawa saya masuk kamarnya. Kamarnya kecil dan pengap. Jendela kecil di samping ranjang tidak terbuka. Sementara ranjang kayu hanya beralaskan kasur yang sudah menipis.

Pak Karyo kemudian memberikan kain sarung. Ia menyuruh saya untuk membuka kulot biru tua yang saya pakai. Risih juga membuka pakaian di depan pria tua itu.

"Gantilah," katanya ketika melihat saya masih bengong.

Inilah pertama kali saya ganti pakaian di dekat pria yang bukan suami saya. Di atas ranjang kayu itu saya disuruh berbaring.

"Maaf ya," katanya ketika tangannya mulai menekan perut saya.

Terasa sekali jari-jari tangan yang kasar dan keras itu di perut saya. Ia menyibak bagian bawah baju. Jari tangannya menari-nari di seputar perut saya. Sesekali jari tangannya menyentuh pinggir lipatan paha saya. Saya melihat gerakannya dengan nafas tertahan. Saya berasa bersalah dengan Rio.

"Ini dilepas saja," katanya sambil menarik CD saya. Oops! Saya kaget.
"Ya, mengganggu kalau tidak dilepas," katanya pula.

Tanpa menunggu persetujuan saya, Par Karyo menggeser bagian atasnya. Saya merasakan bulu-bulu vagina saya tersentuh tangannya. CD saya pun merosot. Meski ingin menolak, tapi suara saya tidak keluar. Tangan saya pun terasa berat untuk menahan tangannya.

Tanpa bicara, Pak Karyo kembali melanjutkan pijatannya. Jari tangan yang kasar kembali bergerilya di bagian perut. Kedua paha saya yang masih rapat dipisahkannya. Tangannya kemudian memijati pinggiran daerah sensitif saya. Tangan itu bolak balik di sana. Sesekali tangan kasar itu menyentuh daerah klitoris saya. Saya rasa ada getaran yang menghentak-hentak. Dari mulut saya yang tertutup, terdengar hembusan nafas yang berat, Pak Karyo makin bersemangat.

"Ada yang tidak beres di bagian peranakan kamu," katanya.

Satu tangannya berada di perut, sementara yang lainnya mengusap gundukan yang ditumbuhi sedikit bulu. Tangannya berputar-putar di selangkang saya itu. Saya merasakan ada kenikmatan di sana. Saya merasakan bibir vagina saya pun sudah basah. Kepala saya miring ke kiri dan ke kanan menahan gejolak yang tidak tertahankan.

Tangan kanan Pak Karyo makin berani. Jari-jari mulai memasuki pinggir liang vagina saya. Ia mengocok-ngocok. Kaki saya menerjang menahan gairah yang melanda. Tangan saya yang mencoba menahan tangannya malah dibawanya untuk meremas payudara saya. Meski tidak membuka BH, namun remasan tangannya mampu membuat panyudara saya mengeras. Uh, saya tidak tahu kalau kain sarung yang saya pakai sudah merosot hingga ujung kaki. CD juga sudah tanggal. Yang saya tahu hanyalah lidah Pak Karyo sudah menjilati selangkang saya yang sudah membanjir. Terdengar suara kecipak becek yang diselingi nafas memburu Pak Karyo.

Ini permainan yang baru yang pertama kali saya rasaran. Rio, suami saya, bahkan tidak pernah menyentuh daerah pribadiku dengan mulutnya. Tapi, jilatan Pak Karyo benar-benar membuat dada saya turun naik. Kaki saya yang menerjang kemudian digumulnya dengan kuat, lalu dibawanya ke atas. Sementara kepalanya masih terbenam di selangkangan saya.

Benar-benar sensasi yang sangat mengasyikan. Dan saya pun tidak sadar kalau kemudian, tubuh saya mengeras, mengejang, lalu ada yang panas mengalir di vagina saya. Aduh, saya orgasme! Tubuh saya melemas, tulang-tulang ini terasa terlepas. Saya lihat Pak Karyo menjilati rembesan yang mengalir dari vagina. Lalu ditelannya. Bibirnya belepotan air kenikmatan itu. Singletnya pun basah oleh keringat. Saya memejamkan mata, sambil meredakan nafas. Sungguh, permainan yang belum pernah saya alami. Pak Karyo naik ke atas ranjang.

"Kita lanjutkan," katanya.

Saya disuruhnya telungkup. Tangannya kembali merabai punggung saya. Mulai dari pundah. Lalu terus ke bagian pinggang. Dan ketika tangan itu berada di atas pantat saya, Pak Karyo mulai melenguh. Jari tangannya turun naik di antara anus dan vagina. Berjalan dengan lambat. Ketika pas di lubang anus, jarinya berhenti dengan sedikit menekan. Wow, sangat mengasyikan. Tulang-tulang terasa mengejang. Terus terang, saya menikmatinya dengan mata terpejam.

Bila kemudian, terasa benda bulat hangat yang menusuk-nusuk di antara lipatan pantat, saya hanya bisa melenguh. Itu yang saya tunggu-tunggu. Saya rasakan benda itu sangat keras. Benar. Saat saya berbalik, saya lihat kontol Pak Karyo itu. Besar dan hitam. Tampak jelas urat-uratnya. Bulunya pun menghitam lebat.

Mulut saya sampai ternganga ketika ujung kontol Pak Karyo mulai menyentuh bibir vagina saya. Perlahan ujungnya masuk. Terasa sempit di vagina saya. Pak Karyo pun menekan dengan perlahan. Ia mengoyangnya. Bibir vagina saya seperti ikut bergoyang keluar masuk mengikuti goyangan kontol Pak Karyo. Hampir sepuluh menit Pak Karyo asik dengan goyangannya. Saya pun meladeni dengan goyangan. Tubuh kami yang sudah sama-sama telanjang, basah dengan keringat. Kuat juga stamina Pak Karyo. Belum tampak tanda-tanda itunya akan 'menembak'.

Padahal, saya sudah kembali merasakan ujung vagina saya memanas. Tubuh saya mengejang. Dengan sedikit sentakan, maka muncratlah. Berkali-kali. Orgasme yang kedua ini benar-benar terasa memabukkan. Liang vagina saya makin membanjir. Tubuh saya kehilangan tenaga. Saya terkapar.

Saya hanya bisa diam saja ketika Pak Karyo masih menggoyang. Beberapa saat kemudian, baru itu sampai pada puncaknya. Ia menghentak dengan kuat. Kakinya menegang. Dengan makin menekan, ia pun memuntahkan seluruh spermanya di dalam vagina saya. Saya tidak kuasa menolaknya. Tubuh besar hitam itu pun ambruk diatas tubuh saya. Luar biasa permainan polisi yang hampir pensiun itu. Apalagi dibandingkan dengan permainan Rio.

Sejak saat itu, saya pun ketagihan dengan permainan Pak Karyo. Kami masih sering melakukannya. Kalau tidak di rumahnya, kami juga nginap di Tawangmangu. Meski, kemudian Pak Karyo juga sering minta duit, saya tidak merasa membeli kepuasan syahwat kepadanya. Semua itu saya lakukan, tanpa setahu Rio. Dan saya yakin Rio juga tidak tahu samasekali. Saya merasa berdosa padanya. Tapi, entah mengapa, saya juga butuh belaian keras Pak Karyo itu. Entah sampai kapan.

TAMAT

Akhir Dari Selingkuh

Saya ibu rumah tangga berumur 36 tahun yang sehari-sehari mempunyai kegiatan terkait dengan kegiatan sosial yang kadang-kadang menyelenggarakan kegiatan di luar rumah, termasuk rapat-rapatnya. Suami bekerja di pemerintahan. Anak kami dua yang tertua berumur 14 tahun. Saya sewaktu masih muda kadang-kadang ikut sebagai peragawati dan kadang-kadang juga foto model, dengan tinggi badan 165 cm. Dengan bagian-bagian tubuh depan dan belakang termasuk bagus. Berat badan sekitar 47,5 kg. Orang bilang saya punya penampilan yang menarik dan seksi terutama juga bibir saya. Apa yang saya akan ceritakan adalah pengalaman saya yang menarik yang telah menjadikan hidup saya terpuaskan lahiriah dan batiniah. Dan telah memperkuat kehidupan perkawinan kami.

Ceritanya berawal pada suatu peringatan ulang tahun suami kakak saya kurang lebih dua tahun yang lalu, dimana banyak sudara-saudara yang membantu dalam persiapannya. Ikut pula membantu keponakan saya Martin, anak kakak saya yang lain lagi. Martin berumur 25 tahunan, masih kuliah, berperawakan tegap atletis tinggi kurang lebih 1,7 m. Tampangnya cakep dengan rambut hitam bergelombang. Termasuk seksi juga. Genit juga. Suka mencuri-curi memandangi saya, sepert mau menelan. Kalau bertatap pandang matanya sepertinya tersenyum. Kurang ajar juga pikiran saya, tetapi terus terang saya juga senang. Anaknya simpatik sih. Kadang-kadang ada juga pikiran, enak barangkali kalau mencium Martin atau memeluknya/dipeluk. Kelihatannya ada setrum dan chemistry di antara kami.

Sore itu kakak meminta saya untuk mengambilkan kue tart, karena tidak ada yang bisa dimintai tolong. Karena tidak ada yang lain juga terpaksa Martin yang mengantarkan dengan mobilnya. Apa yang terjadi adalah ketika secara bersama Martin dan saya memungut dompet saya yang terjatuh di garasi. Martin memegang tangan saya menarik dan mencium pipi saya dengan senyum. Saya tidak bereaksi tetapi juga tidak marah tetapi berusaha memberikan kesan kalau saya juga senang. Sikap saya yang tidak menentang membuatnya kemudian mengulangi ciumannya dalam mobil ketika berhenti di lampu merah. Kali ini ciumannya di mulut sambil menekankan tangannya pada paha. Martin mencium dengan melumat dan memainkan lidahnya. Meski ini bukan pengalaman saya pertama untuk dicium tetapi saya tergetar seluruh tubuh dan merasakan ada rasa menggelitik dan mengalir di kemaluan saya. Selintas terjadi pertempuran antara ya dan tidak, antara pertahanan kejujuran terhadap suami melawan spontanitas keindahan kemunculan gairah, dan nampaknya kejujuran akan terkalahkan. Getaran terus menggebu sampai kesadaran muncul dengan reaksi mendorong sambil menggumam, "Jangan di sini, jangan di sini, dilihat orang." Terus terang keinginan sangat besar untuk tidak menghentikannya, tetapi memang tempatnya tidak tepat. Babak awal telah terbuka, dan cerita tidak ingin terputus dan babak berikut perlu dipanggungkan secara berkelanjutan.

Sepanjang proses pengambilan kue tart Martin pada kesempatan yang memungkinkan selalu mencuri untuk mencium dan sesekali membisikkan kata-kata, "You are beautiful," dan terakhir menjelang sampai kembali ke rumah dia bisikkan, "I want you," sambil mencium telinga saya. Sekali lagi saya tergetar sampai ke bawah. Melirik ke arah dia sambil senyum. Saya harap Martin bisa menangkap senyum saya dan pandangan mata saya sebagai tanda "OK". Kami diam. Sesampai di pagar rumah saya bisikkan pada Martin, "Telepon saya besok pagi." Pesta ulang tahun berjalan dengan lancar. Martin tetap mencuri-curi pandang pada setiap kesempatan. Akhirnya semua pulang, saya pun pulang, bersama suami, dengan berbagai perasaan seperti gadis yang jatuh cinta. Malam hari menjelang tidur pikiran tidak bisa terlepas dari Martin. Gelitik dan kelembaban terasa disela-sela paha. Karena pikiran dipenuhi Martin mata pun tidak bisa terpejam. Mengharap pagi hari lekas datang. Gila kalau dipikir, kok bisa tergoda, hanyut.

Keesokan harinya pagi-pagi Martin sudah menelepon. Untung bukan suami yang mengangkat. Singkatnya siang itu Martin dan saya lunch, menikmati keberduaan dan kedekatan yang merangsang. Kami meninggalkan dengan Martin memegang inisiatip yang kemudian berakhir di salah satu motel di timur Jakarta, tanpa ada sikap keberatan atau protes dari saya. Tanpa menunggu pintu kamar motel tertutup rapat, sambil berdiri saya telah berada dipelukan Martin, melumat mulut dengan ciuman yang berapi-api. Tangannya menjelajah keseluruh bagian tubuh saya. Ke bawah rok menekan pantat saya dan menekankan badannya dan burungnya. Saya menyerah, tangan saya pun jadi ikut menjelajah ke burungnya yang telah sangat keras. Meremasnya dari luar dengan keinginan yang makin menggebu untuk membukanya. "Gila nih, gila nih!" terngiang di benak, tetapi tak mampu menyetop gairah yang sudah memuncak ini.

Setelah memastikan bahwa tidak akan ada gangguan dari room service Martin menggiring saya ke tempat tidur tanpa melepaskan pelukannya. Pelan-pelan dia tidurkan saya dan secara lembut mulai menciumi dari telinga leher mulut, sambil kancing bacu dibuka, dan terus menciumi buah dada saya secara bergantian kanan kiri, BH dilepas, dihisapnya puting dan dijilatnya secara halus. Seluruh badan terasa kena setrum, terangsang. Kewanitaan saya terasa basah karena memang saya mempunyai kekhasan produksi cairan kewanitaan yang banyak. Martin pun memulai membuka satu persatu bajunya, masih tertinggal CD-nya. Secara pelahan Martin membuka bagian bawah rok sambil tak hentinya menciumi seluruh bagian yang terbuka. Perut saya dia ciumi bermesra-mesra. Tangannya menjalar juga keseluruh badan dan mendekap pada kewanitaan saya yang telah membasahi CD, sambil mulut Martin mendesah penuh gairah. Saya sudah tak bisa menahan kenikmatan yang rasanya sudah lama tak saya alami lagi. Tangan Martin mulai dimasukkan ke dalam CD menulusuri kewanitaan saya dengan menggerakkan jarinya. Gila setengah mati rasanya. Mau teriak rasanya. Martin secara halus dan pandai memainkan seluruh badan dan bagian-bagian peka saya. Kewanitaan saya mulai banjir merespon pada rangsangan yang selangit. Gila benar rasanya.

Martin berlanjut dengan membuka CD dan memulai mengkonsentrasikan perhatiannya pada kewanitaan saya. Diciumnya secara perlahan dengan memainkan lidahnya dari atas ke bawah. Paha saya ditegakkan dan dibukanya lebar-lebar. Diciumnya bibir kemaluan dengan bibirnya secara penuh, dihisapnya secara berkali-kali sambil lidahnya memasuki celah-celah kemaluan saya. Aduh gila rasanya selangit. Ganti dia hisap klitoris secara halus. Dihisapnya, terus. Sampai saya tidak tahan dan sampailah saya pada puncak. Terasa cairan mengalir. Disertai dengan teriakan ringan tangan memeras rambut Martin. Ini menjadikan Martin lebih lagi menggumuli lubang kemaluan saya. Dia benamkan dan usapkan seluruh wajahnya pada kemaluan saya yang basah dengan desahan kepuasan. Saya sudah tidak bisa lagi menguasai diri dan terasa selalu tercapai puncak-puncak yang nikmat. Gila benar. Belum pernah saya dibeginikan. Pintar sekali si Martin ini, sepertinya pengalamannya sudah banyak. Saya hanya bisa menggerakkan kepala ke kanan kiri dengan mata terpajam mulut terbuka, dengan suara mendesah keenakan. Gila benar. Selangit.

Kini giliran saya. Martin saya tarik ke atas. Kini batang kemaluannya terasa menekan paha saya. Martin saya balikkan dan batang kemaluannya saya genggam. Wah besar juga dan kencang lagi, sudah basah pula. Langsung saya hisap dengan gairah. Lidah saya permainkan di ujung kemaluannya sambil dikeluar-masukkan. Martin mengerang. Setelah kurang lebih sepuluh menit Martin melepaskannya. Dia lebih menghendaki keluar di liang kemaluan saya. Kini dia di atas saya lagi dengan posisi batang kemaluan di depan lubang kemaluan. Dengan ujungnya digerak-gerakkan di bibir kemaluan ke atas ke bawah. Enak sekali. Mabok benar. Kemudian secara perlahan masuklah batang kemaluan ke lubang kemaluan saya dan terus menekan sampai terasa penuh sekali, dan terasa sampai di dasar rahim. Gila rasanya benar-benar selangit. Tidak pernah rasanya seenak seperti ini. Martin menekan terus sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Gila! Enak benar! Terus dia putar-putar sambil keluar masuk. Sampai saya lebih dulu tidak tahan dan sampai di puncak, keluar dengan meledak-ledak terasa melayang kehilangan nafas sampai terasa hampa saking nikmatnya. Kemaluan saya terasa basah sekali. Martin masih terus memompa dan belum mau menyelesaikan cepat-cepat. Batang kemaluannya masih diputar dengan keluar masuk di lubang kemaluan, sehingga saya pun tidak tahan keluar lagi, yang ketiga atau yang keenam dengan yang keluar karena dihisap tadi. Gila benar! Seluruh badan basah rasanya. Sprei sudah basah betul dari cairan kewanitaan saya.

Martin masih terus menekan, memutar, menggaruk-garuk dan mencium sekali-sekali. Ciumannya di telinga bersamaan dengan tekanan batang kemaluan di dalam lubang kemaluan saya sungguh membuat seluruh badan menggigil nikmat dan membuat saya keluar secara dahsyat. Kemaluan saya terangkat menyongsong tekanan batang kemaluan Martin. Gila benar, sungguh nikmat tiada tandingan. Akhirnya Martin mulai menggerang-ngerang berbisik mau keluar. Dengan tekanan yang mantap keluarlah dia dengan semprotan yang keras ke dalam liang kemaluan saya. Hangat, banyak dan terasa mesra dan memuaskan. Oh Tuhan, sungguh tak ada tandingannya. Dia remas badan saya dengan menekankan bibirnya pada bibir saya. Hampir habis nafas. Kehangatan semprotan Martin menggelitik lagi kemaluan saya sehingga orgasme saya pun keluar lagi yang kedelapan menyusul semprotan Martin. Kami bersama-sama keluar dengan nikmat sekali. Sesaat terasa pingsan kami. Setelah selesai terasa kepuasan yang menyeluruh terasakan di badan. Pikiran terasa terlepas dari semua masalah dan hanya keindahanlah yang ada. Kami masih berpelukan menikmati tanpa kata-kata, sambil memulihkan kembali energi yang telah tercurahkan secara intensif. Kami tertidur sejenak. Siuman setelah sepuluh menit dengan perasaan yang lega, dan puas.

Meski demikian rasa mengelitik, gatal-gatal kecil masih terasa di kemaluan saya, seolah belum puas dengan kenikmatan yang begitu hebat. Tangan saya mendekap batang kemaluan Martin mengusap-usapnya sayang. Ingin rasanya batang kemaluan Martin memenuhi lagi di lubang kemaluan saya. Bibir tidak bisa menahan, saya tarik batang kemaluan Martin dan mulai meluncur ke bawah dan menghisapnya lagi dengan kasih sayang, diliputi bau campuran antara cairan saya dan mani yang terasa sedap. Kemaluan Martin terasa sangat lunak tidak segagah tadi. Serasa menghisap marshmallow. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena secara perlahan batang kemaluannya mulai membengkak dan menyesaki mulut. Sekali lagi kewanitaan saya tergelitik. Tanpa bertanya saya bangkit jongkok di atas Martin dan memasukkan Martin pelan-pelan. Seluruhnya masuk terasa sampai di ujung perut dan mulai menggelitik G-spot. Ganti saya pompa ambil kadang merunduk memeluk Martin dan menciumnya. Kadang sambil duduk menikmati penuhnya di kemaluan saya. Rasanya enak sekali karena saya yang mencari posisi yang terenak untuk saya. Setelah beberapa waktu merasakan kenikmatan yang masih datar, kenikmatan mulai memuncak lagi dan terus memuncak sampai akhirnya sampai puncak tertinggi. Meledak-ledak lagi orgasme dengan teriakan-teriakan nikmat. Yang ternyata diikuti oleh Martin dengan semprotan kedua. Tangannya memeluk erat-erat dengan gerangan pula. Gila enaknya sungguh sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Ini kali rasanya surga dunia. Kalau bisa maunya seharian begini terus rasanya. Gila! Gila benar, sungguh nikmat memuaskan.

Tetapi kami harus pulang. Saya kembali ke rumah, ke suami dan keluarga saya. Dengan suatu pengalaman yang tak terlupakan selama hidup. Sepanjang jalan kami diam tetapi tangan saling memegang. Malamnya menjelang tidur, sekali lagi kemaluan saya menggelitik dengan ingatan pengalaman siang tadi tidak bisa hilang. Ini memang pembawaan saya yang orang barangkali mengatakannya sebagai maniak seks, histeris, multi orgasme, kelaparan terus. Sekali terbuka lebar dan dirangsang maunya terus dipenuhi. Sejauh ini dengan suami tidak pernah tercapai apa yang Martin bisa lakukan. Kepuasan dengan suami sama-sama tercapai tetapi kepuasan yang tidak mendalam seperti Martin. Suami yang lekas selesai menjadikan "bakat" saya tidak berkembang. Sekarang yang ada hanya suami di samping saya. Saya merengek minta pada suami dengan tangan meraba burungnya dan memijat-mijatnya halus. Dia tertawa sambil mengejek, "Gatel nih ya." Dalam hati saya bilang memang gatal. Saya mencoba menikmati penetrasi kemaluannya dengan membayangkan kemaluan Martin. Kewanitaan saya, saya goyangkan mencari spot yang nikmat sambil mendekap. Dia menekan menarik beritme sampai kemudian saya mencapai puncak dulu diikuti dengan semprotan maninya. Selesailah sudah. Kemaluan saya masih ingin sebetulnya, tetapi dia biasanya sudah tidak bisa lagi. Jadinya tanganlah yang bergerak "Self Service". Memang penyakit saya (atau karunia) ya itu. Sekali sudah diobok-obok tidak bisa berhenti. Saya tidur dengan nyenyak malam itu.

Seperti yang bisa diduga pertemuan saya dengan Martin berlanjut. Semua fantasi seks dan impian-impian tak ada yang tidak kami wujudkan. Sungguh sangat-sangat nikmat. Teknik kami makin sempurna dan Martin bisa membuat saya orgasme sampai tiga belas kali. Pada kesempatan lain akan saya ceritakan pengalaman-pengalaman kami yang aduhai. Semoga saya tidak jatuh cinta dan menghendaki hubungan yang lebih dalam, dan mengacaukan rumah tangga saya yang sudah ada. Saya hanya mau seksnya. Sama seperti Martin juga. Sehingga dari luar, partner seks saya resmi adalah suami. Dibalik itu Martin lah yang menjadi pemuas seks dan fantasi saya dan ini telah berjalan selama dua tahunan. Dua kali dalam seminggu paling sedikit. Suami tetap dilayani seminggu sekali, kadang sepuluh harian sekali. Saya merasa bahagia dengan pengaturan sedemikian. Keluarga tetap tidak terganggu. Hubungan dengan anak-anak dan suami tetap seperti biasa, bahkan kehidupan seks dengan suami menjadi lebih baik. Ternyata selingkuh ada manfaat dan kebaikannya juga.

TAMAT

Kenikmatan Yang Salah 2

Petite asian hottie in luscious lingerie and cute pigtails

Padahal yang pantas berbuat itu adalah suamiku tercinta namun aku telah tertutup mata hatiku oleh nafsu dan gairah yang menuntut pelampiasan. Aku lalu dibimbingnya kekamar dan merebahkanku di ranjang yang biasa aku gunakan untuk bercinta dengan suamiku, namun kini yang berada di sini, disampingku bukanlah suamiku tapi serang laki-laki tukang ojek yang notabene tidak pantas untukku yang sepantaran ayahku. Aku terlarut dalam gairah yang menghentak. Pak Sitor menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam. Sedang lampu di luar tadi telah ia matikan. Aku diam menanti apa yang akan di perbuatnya padaku.

Padahal selama ini aku tidak sekalipun memberi hati jika ada laki-laki lain yang iseng merabaku dan mencolekku. Aku termasuk wanita yang menjunjung tinggi kesucian dan kehormatan sesuai yang selalu diajarkan orangtua dan agamaku. Tapi semua musnah oleh keangkuhanku sendiri. Aku terbaring tak berdaya dan Pak Sitorpun berusaha melepaskan pakaianku satu persatu, mulai dari kaosku lalu celana panjang dan akhirnya bra dan celana dalam kremku terlempar kebawah lantai. Aku hanya memejamkan mataku, akupun semakin buta oleh nafsuku yang mulai naik. Selesai menelanjangi aku, lalu iapun melepaskan pakaiannya hingga lapis terakhir. Aku memperhatikan tubuhnya yang hitam meskipun sudah tua namun ototnya masih ada dan ada gambar tatto tengkorak di lengannya. Aku tau dia adalah laki-laki yang biasa keras dan jarang ada kelembutan. Itu aku ketahui saat ia mulai merabaiku dan menelanjangiku.

Iapun mulai memelukku dan menciumiku dari leher hingga belahan dadaku dengan kasar. Rabaan tangannya yang kasar membuatku kesakitan, suamiku dalam merabanya cukup hati-hati, namun Pak Sitor watak kasarnya terlihat. Tampaknya ia sudah lama tidak berhubungan badan dengan wanita maka akulah yang menjadi sarana pelampiasan nafsunya. Aku tak kuasa atas tindakannya. Air mataku menetes karena ada penyesalan dan aku telah menodai perkawinanku, namun percuma Pak Sitor asyik dengan tindakannya. Tiap jengkal tubuhku di jamahnya tanpa terlewatkan seincipun. Tubuhkupun berkeringat tidak tahan dan geli bercampur gairah.

Lalu mulutnya turun ke selangkanganku dan ia sibakkan kedua kakiku yang putih bersih itu. Di situ lidahnya bermain menjilat klitorisku. Kepalaku miring kekiri kanan menahan gejolak yang melandaku. Pegangannku hanya kain sprei yang aku tarik karena desakan itu. Kedua kakikupun menerjang dan menghentak tidak tahan atas gairah yang melandaku. Beberapa menit kemudian aku orgasme dan mulutnya menelan air orgasmeku itu. Badanku lemas tak bertenaga. Matakupun terpejam, lalu aku kembali di bangkitkan lagi Pak Sitor dengan meciumi balik telingaku hingga liang kehormatanku. Di sana jarinya ia masukan dan mulai mengacak acak liang kewanitaanku lalu mempermainkan celahnya, tampaknya Pak Sitor telah lama merencanakan ini dan juga mungkin telah lama ia berobsesi untuk meniduriku. Berarti ia telah melanggar amanat suamiku.

Akupun akhirnya orgasme untuk yang kedua kalinya oleh tangan Pak Sitor, Badanku telah basah oleh keringat kami berdua. Aku lemas dan Pak Sitor minta izin padaku untuk memasukan penisnya ke lubang kehormatanku. Aku menggeleng tidak setuju sebab aku tahu konsekwensinya, liang kehormatanku akan cemar oleh cairan laki-laki lain dan aku merasa terlalu jauh berkhianat pada suamiku. Bagiku cukuplah tindakannya tadi dan tidak usah diteruskan lagi hingga penetrasi. Iapun mau menerima pendapatku dan aku lihat ada rasa kecewa dimatanya yang telah terobsesi menyenggamaiku. Aku liat penisnya telah siap memasuki diriku jika aku izinkan. Panjangnya melebihi milik suamiku dan agak bengkok dengan diameter yang melebar. Pak Sitor minta aku untuk membantunya klimaks dengan mengulum penisnya.

Aku kembali menggeleng karena aku dan suamiku selama ini tidak pernah melakukan oral sex baik suami kepadaku juga sebaliknya, meskipun aku slalu menjaga kebersihan wilayah sensitif kami. Pak Sitor mohon sebab ia merasa tersiksa sebab ia belum klimaks. Aku kasihan juga tidak adil rasanya aku yang telah dibantunya sampai 2 kali orgasme membiarkannya seperti itu. Akhirnya aku beranikan diri mengulumnya. Dengan sedikit jijik aku buka mulutku, namun tidak muat seluruhnya dan hanya sampai batangnya saja. Mulutku serasa mau robek karena besarnya penis Pak Sitor. Baru beberapa kali kulum aku serasa mual dan mau muntah oleh aroma kelamin Pak Sitor itu. Aku maklum saja karena ia kurang bersih dan seperti kebiasaan laki-laki batak ini penisnya tidak ia sunat hingga membuatnya agak kotor serta makanan yang tidak beraturan barangkali. Aku lalu menyerah dan melepaskan penis Pak Sitor dari mulutku. Aku heran Pak Sitor ini sampai sekian lama koq tidak juga klimaks, aku salut akan staminanya dan sikapnya yang menghargai wanita dengan tidak memaksakan kehendak, padahal aku saat ini bisa saja ia paksa namun tidak ia lakukan.

Aku merasa bersalah pada diriku dan ingin membantunya saat itu, dalam pikiranku berperang antara birahi dan moral. Namun karena terlanjur basah dan tidak ingin menambah masalah antara aku dan Pak Sitor. Jika aku larang terus nantinya Pak Sitor bisa saja memperkosaku sebab seorang laki-laki yang telah berbirahi di ubun ubun sering bertindak nekad dan lagi pula aku sendirian di pulau ini. Akhirnya dengan pertimbangan demi kebaikan kami berdua maka aku izinkan dia melakukan penetrasi di dalam rahimku. Pak Sitorpun tampaknya merasa gembira sebab tadi sempat kulihat wajahnya tegang sekali. Aku lalu berbaring dan membuka kedua pahaku memberinya jalan memasuki rahimku. Tubuh kami berdua saat itu telah sama sama berkeringat dan rambutku telah kusut.

Dari temaran lampu dinding aku lihat Pak Sitor bersiap siap mengarahkan penisnya. Posisinya pas di atas tubuhku. Tubuhnya telah basah oleh keringat hingga membuat badannya hitam berkilat mungkin karena ia masih menahan untuk ejakulasi. Diluaran saat ini hujanpun seakan tidak mau kalah oleh gelombang nafsu kami berdua. Pak Sitor dengan hati-hati menempelkan kepala penisnya, ia tau jika tergesa gesa akan membuatku kesakitan sebab punyaku masih kecil dan belum pernah melahirkan. Akupun berusaha memperlebar kedua pahaku hingga mudah dimasuki kejantanan Pak Sitor, sebab aku melihat kejantanannya panjang dan agak bengkok jadi aku bersiap siap agar aku jangan kesakitan.

Akupun sempat bilang kepadanya untuk jangan cepat-cepat. Dengan bertahap ia mulai memasukan penisnya, aku memejamkan mata dan merasakan sentuhan pertemuan kemaluan kami. Untuk melancarkan jalannya, kakiku ia angkat hingga bahunya, lalu langsung penisnya masuk kerahimku dengan lambat. Aku terkejut dan merasakan nyilu di bibir rahimku, aku meracau kesakitan lalu Pak Sitor membungkam mulutku dengan mulutnya. Tidak lama kemudian seluruh penisnya masuk kerahimku dan ia mulai melakukan gerak maju mundur. Aku merasakan tulangku bagai lolos, sama seperti saat aku dan suamiku melakukan hubungan intim saat kegadisanku aku serahkan pada malam penganten dulu. Dan tidak lama kemudian aku merasakan kenikmatan. Mulut Pak Sitorpun lepas dari mulutku karena aku tidak kesakitan lagi. Kekuatan laki-laki ini amat membuatku salut, sampai membuat ranjangku dan badanku bergetar semua seperti kapal yang terserang badai.

Kurang lebih 15 menit kemudian Pak Sitor gerakannya bertambah cepat dan tubuhnya menegang hebat, aku merasakan di dalam rahimku basah oleh cairan hangat. Tubuhnya lalu rebah di atas tubuhku tanpa melepaskan penisnya dari dalam rahimku. Akupun dari tadi pun telah sempat kembali orgasme, kamipun tertidur sementara di luar hujan masih saja turun. Butiran keringat kami membuat basah sprei yang kusut di sana sini. Saat itu tidak ada lagi batas diantara kami, namun aku merasa telah berdosa kepada suamiku.

Hingga tengah malam Pak Sitorpun kembali menggauliku sepuasnya dan akupun tidak merasa segan lagi karena kami tidak lagi merasa asing satu sama lain. Akupun tidak merasa jijik jika melakukan oral sex dengan Pak Sitor. Bagi wanita sangat sulit untuk melepaskan diri dari kejadian ini. Penyesalanpun tiada gunanya. Bagiku yang tampak diluarnya keras dan berwibawa juga penuh kesombongan, namun semuanya tiada arti lagi jika laki-laki telah berhasil menggaulinya. Kehormatan dan perkawinan yang aku junjungpun luntur sudah, namun aku bisa bilang pada siapa dan Pak Sitorpun kini telah merasa jadi pemenang dengan kemampuannya menaklukanku hingga aku tidak berdaya. Dan aku semakin tidak berdaya jika ia telah berada di dalam kamarku, untuk bersebadan dengannya.

Dari awal kesalahan yang kubuat ini aku merasakan telah terperdaya oleh gelombang gairah yang di pancarkan oleh Pak Sitor. Sangat aneh bagiku jika Pak Sitor yang seusia dengan ayahku ini masih mampu mengalahkanku dan membuatku orgasme berkali kali tidak seperti suamiku yang hanya bisa membuatku orgasme sekali saja begitu juga aku. Aku akui aku mendapatkan pengalaman baru dan mengaburkan pendapatku selama ini bahwa laki-laki paro baya akan hilang keperkasaannya. Selama kami berhubungan badan aku sempat bertanya padanya bagaimana ia bisa sekuat itu, dan Pak Sitorpun bercerita bahwa ia sering mengosumsi makanan khas Batak yang menurutnya dapat menjaga dan menambah vitalitas pria. Aku bergidik jijik dan mau muntah mendengarnya, aku jadi ingat pantas saja saat bersebadan dengannya bau keringatnya lain juga saat aku mengulum kemaluannya terasa panas dan amis.

Selama aku bertugas di pulau itu hampir 1 tahun kami telah sering melakukan hubungan sex dengan sangat rapi. Tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, dan untunglah perbuatan kami ini aku tidak hamil sebab sebelumnya aku telah ber KB dan Pak Sitor pun bebas menumpahkan spermanya di rahimku. Kapanpun, kamipun sering melakukannya di rumahku kadang di rumah Pak Sitor yang kalau aku pikir alangkah bodohnya aku mau digauli di atas dipan kayu yang cuma beralaskan tikar usang. Namun bagiku hasrat terpenuhi dan Pak Sitorpun bisa memberinya. Pernah suatu hari setelah kami bersebadan di rumahnya, Pak Sitor minta kepadaku untuk mau hidup dengannya di pulau itu.

Permintaan Pak Sitor ini tentu mengejutkanku, rasanya tidak mungkin sebab aku terikat perkawinan dengan suamiku dan akupun tidak ingin menghancurkannya, lagi pula Pak Sitor seusia dengan ayahku apa jadinya jika ayahku tahu, dan keyakinan kamipun berbeda karena Pak Sitor seorang protestan meskipun ia mau pindah ke agamaku asal aku mau kawin dengannya.

Bagiku ini masalah baru, rupanya Pak Sitor mulai mencintaiku sejak ia dengan bebas dapat menggauliku. Pak Sitorpun pernah menanyakan padaku kenapa aku tidak hamil padahal setiap ia menyebadani aku spermanya slalu ia tumpahkan di dalam. Aku tidak memberitahu dia jika aku berKB. Dan diapun sebenarnya mengiinginkan agar aku hamil agar memuluskan langkahnya memilikiku. Akupun menyiasatinya agar ia tidak lagi bermimpi untuk mengawiniku. Namun bagiku hubungan ini hanyalah sebagai pelarianku dari kesepian selama jauh dari suamiku. Akupun menjelaskannya kepada Pak Sitor dengan baik-baik saat kami usai berhubungan badan. Ia akhirnya mengerti dan mau menerima alasanku dan akupun bilang jika kelak aku pindah hubungan ini harus putus dan selama aku dinas di pulau ini ia aku beri kebebasan untuk memilikiku saat suamiku tidak ada dan jangan berbuat macam macam didepan teman kantorku yang kebetulan semuanya penduduk asli pulau itu.

Akhirnya ia mau mengerti dan berjanji akan menutup rapat rahasia kami jika aku pindah dan iapun menerima persyaratanku selama aku ditugaskan di pulau ini. Selama aku tugas di pulau itu, Pak Sitorpun terus memberiku kenikmatan ragawi tanpa kenal batas antara kami. Bagiku cinta hanya untuk suamiku, Pak Sitor adalah terminal persinggahan yang harus aku singgahi. Dan dalam hatiku aku berjanji untuk menutup rapat rahasia ini. Ada penyesalan dalam diriku karena aku mengganggap diriku kotor dan merusak keutuhan perkawinan kami.

TAMAT

Kenikmatan Yang Salah 1

Namaku Reni, usia 27 tahun, kulit kuning langsat dan rambut sebahu dengan tinggi 165 cm berat 51 kg, dan telah menikah setahun lebih. Aku berasal dari keluarga Minang yang terpandang. Aku bekerja pada sebuah Bank Pemerintah yang cukup terkenal. Sedang suamiku Ikhsan adalah seorang staf pengajar pada sebuah perguruan tinggi swasta di kota Padang ia memiliki beberapa usaha perbengkelan. Kami pun menikah setelah sempat berpacaran kurang lebih 3 tahun. Perjuangan kami cukup berat dalam mempertahankan cinta dan kasih sayang. Diantaranya ketidak setujuan orangtuaku dan orangtua suamiku, juga sebelumnya aku telah di jodohkan oleh orangtuaku dengan seorang pengusaha, namun kami dapat melaluinya dengan keyakinan hingga kami bersatu. Lalu kami memutuskan menikah dan kamipun sepakat untuk menunda dulu punya anak karena aku dan Bang Ikhsan cukup sibuk takut nanti tak dapat mengurus anak.

Kehidupan kami sehari-hari cukup mapan dengan keberhasilan kami memiliki sebuah rumah yang asri di sebuah lingkungan yang elite dan juga memiliki 2 unit mobil sedan keluaran terbaru hasil usaha kami berdua. Begitu juga dalam kehidupan sex tiada masalah diantara kami. Ranjang kamipun cukup hangat dengan 4-5 kali seminggu kami berhubungan suami istri. Aku memutuskan untuk memakai program KB dulu agar kehamilanku dapat aku atur. Akupun rajin merawat kecantikan dan kebugaran tubuhku agar suamiku tidak berpaling dan kehidupan sex kami lancar.

Atas loyalitas dan prestasi kerjaku yang dinilai bagus maka pimpinan menunjukku untuk menempati kantor baru di sebuah kabupaten baru yang merupakan sebuah ke pulauan. Aku tidak berani memutuskannya sendiri. Aku harus merundingkannya dulu dengan suamiku, sebab bagiku naik atau tidak statusku sama saja, yang penting bagiku adalah keluarga dan perkawinanku.

Suamikupun tanpa aku duga sangat mendorongku agar tidak melepaskan kesempatan ini, sebab inilah saatnya bagiku untuk meningkatkan kinerjaku yang biasa biasa saja selama ini. Aku bahagia sekali rupanya suamiku orangnya amat bijaksana dan pengertian. Namun orang tuaku kurang suka begitu juga mertuaku, namun mereka akhirnya dapat diatasi oleh suamiku dengan baik dan mereka mendorongku agar maju dan tegar. Suamikupun minta agar aku setiap minggu pulang ke Padang, agar dapat berkumpul, akupun setuju dan berterima kasih padanya.

Kemudian aku mulai pindah ke pulau yang dari Padang ditempuh dengan naik kapal motor selama 5 jam itupun jika cuaca bagus. Suamiku turut serta mengantar aku dan ia sediakan waktu untuk bersamaku di pulau selama seminggu. Di pulau itu aku disediakan sebuah rumah dinas lengkap dengan prasarananya terkecuali kendaraan. Jarak antara kantor dan rumahku hanya dapat ditempuh dengan naik ojek karena belum adanya angkutan di sana. Hari pertama kerja aku diantar oleh suamiku dan sorenya dijemput. Di pulau ini suamiku ingin agar aku betah dan dapat secepatnya menyesuaikan diri karena memang belum lengkap prasarananya dan rumah dinas yang lain masih banyak yang kosong. Selama di pulau itupun suamiku tidak lupa memberiku nafkah bathin karena nantinya kami akan bertemu seminggu sekali. Akupun menyadarinya dan kamipun mereguk kenikmatan badaniah selama suamiku di pulau ini.

Suamikupun dalam tempo yang singkat telah dapat berkenalan dengan beberapa tetangga yang jaraknya lumayan jauh. Ia juga mengenal beberapa tukang ojek, hingga tanpa kusadari suatu hari ia menjemputku pakai sepeda motor, rupanya ia dapat meminjamnya dari tukang ojek itu. Salah satu tukang ojek yang di kenal suamiku adalah Pak Sitorus. Pak Sitorus ini adalah laki-laki berusia 65 tahun dan ia tinggal sendirian di pulau itu sejak istrinya meninggal dan kedua anaknya pergi mencari kerja ke Jakarta. Maka laki-laki asal tanah Batak itu harus memenuhi sendiri hidupnya di pulau itu dengan kerja sebagai tukang ojek.

Pak Sitorus biasa dipanggil Pak Sitor, orangnya sekilas terlihat kasar dan keras namun jika telah kenal ia cukup baik. Menurut suamiku yang sempat bicara panjang lebar dengan Pak Sitor dulunya ia pernah tinggal di Padang yaitu di Muara Padang sebagai buruh pelabuhan namun karena suatu sebab ia ingin merubah nasibnya dengan berdagang namun bangkrut. Untunglah ia masih punya sepeda motor hingga menjadi tukang ojek.

Hampir tiap akhir minggu aku pulang ke Padang untuk berkumpul dengan suamiku. Yang namanya pasangan muda tentu saja kami tidak melewatkan saat kebersamaan di ranjang. Rumah dinaskupun aku titipkan pada Pak Sitor karena suamiku bilang ia dapat di percaya. Akupun mengikuti kata kata suamiku. Kadang kadang aku diberi kabar oleh suamiku bahwa aku tidak usah pulang karena ia yang akan ke pulau. Sering kali suamiku bolak balik ke pulau hanya karena kangen padaku. Dan sering kali iapun memakai sepeda motor Pak Sitor dan memberinya uang lebih.

Suamiku telah menganggap Pak Sitor adalah bagian dari sahabatnya karena sesekali setiap ia ke pulau Pak Sitor diajak makan ke rumah dan Pak Sitorpun sering mengajak suamiku jalan-jalan di pantai yang cukup indah itu. Suamikupun sering memberinya uang lebih karena Pak Sitor akan menjaga ku dan rumahku jika aku tinggal. Mulai sejak saat itu akupun rutin di antar jemput Pak Sitor jika kekantor, tidak jarang ia membawakanku penganan asli pulau itu. Akupun menerimanya dengan senang hati dan berterima kasih, kadang akupun sering membawakannya oleh-oleh jika aku pulang ke Padang.

Setelah beberapa bulan aku tugas di pulau itu dan melalui rutinitas seperti biasanya, suamiku datang dan memberiku kabar bahwa ia akan di sekolahkan ke Australia selama 1,5 tahun. Ini merupakan beasiswa untuk menambah pengetahuannya. Aku tahu bea siswa ini merupakan obsesinya sejak lama. Aku menerimanya, aku pikir demi masa depan kami juga dan kebahagian kami nanti tidak masalah bagiku. Suamiku sebelum berangkat sempat berpesan agar aku jangan segan minta tolong kepada Pak Sitor sebab suamiku telah meninggalkan pesan pada Pak Sitor untuk menjagaku. Suamikupun titip uang yang harus aku serahkan pada Pak Sitor.

Sejak suamiku di luar negeri, kami sering telpon-telponan dan kadang aku bermasturbasi bersama suamiku lewat telpon, itu sering kami lakukan maklum untuk memenuhi libido kami berdua, hingga tagihan telpon meningkat. Aku tidak memperdulikannya selagi dengan suamiku sendiri dan aku menghayalkan suamiku ada dekatku tidak masalah dan kami berjauhan. Akupun mulai jarang pulang ke Padang karena suamiku tidak ada dan paling aku pulang sekali sebulan itupun aku kerumah orang tuaku. Rumahkupun aku titip dengan saudaraku.

Akupun melewatkan hari-hariku dengan kesibukan seperti biasanya. Begitu juga Pak Sitor rutin mengantar jemputku. Sesekali saat aku pulang Pak Sitor mengajakku jalan-jalan keliling pantai. Aku tolak dengan halus sebab aku merasa tidak enak apa nanti kata teman kantorku jika melihatnya dan saat itupun aku sedang tidak mood dan aku lebih tenang dirumah saja.

Dirumah aku beres-beres dan berbenah pekerjaan kantor. Aku merasakan juga bahwa Pak Sitor akhir-akhir ini amat memperhatikanku, tidak jarang ia sore datang sekedar memastikan aku tidak apa-apa sebab di pulau itu ia amat di segani dan berpengaruh. Aku sadari juga kadang dalam berboncengan tanpa sengaja dadaku terdorong ke punggung Pak Sitor saat ia menghindari lubang dan saat ia mengerem. Bagiku itu biasa saja maklum dan resiko aku berboncengan dengan sepeda motor dan itu sering terjadi, sesekali aku juga merangkul pinggangnya karena aku duduknya belum pas di atas jok motornya. Aku rasa Pak Sitorpun sempat merasakan kelembutan payudaraku yang bernomer 34b ini. Bagiku ini biasa saja sebab di pulau ini mana ada angkuta dan kalau di Padang aku kekantor terbiasa menyetir sendiri, jadi aku harus bisa menganggapnya biasa dan harus aku jalani.

Pada suatu senja saat hari kerja habis yaitu Jumat sore Pak Sitor datang kerumahku, seperti biasanya ia dengan ramah menyapaku dan menanyakan keadaanku. Lalu ia aku silahkan masuk dan duduk di ruang tamu. Sore itu aku telah selesai mandi dan sedang menonton televisi. Pak Sitor mengajakku jalan kepantai. Aku keberatan sebab aku masih agak capai dan kesal dengan kesibukan suamiku saat ku telpon tadi, ia tidak bisa terlalu lama di telpon. Lalu Pak Sitor mengajakku untuk main catur, kebetulan selama ini ia sering main catur dengan suamiku. Akupun setuju karena aku lagi suntuk dan untuk menghilangkan kekecewaanku saat ini.

Aku main catur dengan laki-laki itu beberapa kali ia kalah dan aku yang menang, taruhannya adalah sebuah botol yang di ikat tali lalu dikalungkan ke leher. Seumur hidupku baru kali ini aku yang mau bicara bebas dengan laki-laki selain suamiku dan atasanku. Tidak semua orang dapat bebas berbicara denganku, dan akupun termasuk type orang yang memilih dalam mencari lawan bicara, maka tidak heran jika aku di cap sombong oleh sebagian orang yang kurang aku kenal. Namun dengan Pak Sitor aku bicara apa adanya. Dan ceplas ceplos, mungkin kami telah saling mengenal dan juga aku merasa membutuhkan tenaganya di pulau ini.

Tanpa terasa kami main catur telah lama hingga jam menunjukan pukul 10 malam. Diluaran tanpa aku sadari telah hujan deras diiringi petir yang bersahut2an. Setelah itu kami mengakhiri main catur, aku lalu membersihkan mukaku kebelakang, Pak Sitor juga. Lalu aku tawari Pak Sitor untuk ngopi biar nggak bosan kataku. Di pulau saat itu penduduknya telah pada tidur dan yang terdengar hanya suara hujan dan petir. Pak Sitor minta izin pulang karena hari telah larut setelah menghabiskan kopinya. Aku tidak sampai hati sebab cuaca tidak memungkinkan ia pulang karena rumahnya cukup jauh dan lagi pula aku kuatir jika nanti sempat terkena petir. Lalu aku tawarkan agar ia tidur di ruang tamuku saja dan tampaknya ia bisa menerimanya. Dan akupun memberinya sebuah bantal dan selimut maklum cuaca dingin saat itu.

Secara tiba-tiba lampu mati, aku sempat kaget, untunglah ia punya korek api dan membantuku mencari lampu minyak di ruang tengah. Lampu kami hidupkan dan satu untuk kamarku dan yang satu untuk ruang tamu tempat Pak Sitor tidur. Aku lalu minta diri untuk lebih dulu tidur sebab aku merasa capai. Aku lalu tidur dikamar sementara diluaran hujan turun dengan derasnya seolah pulau ini akan tenggelam. Aku berusaha untuk tidur namun tidak bisa, ada rasa kekuatiran yang tidak aku ketahui sebab petir berbunyi begitu kerasnya. Hingga akhirnya aku putuskan ke ruang tamu saja hitung-hitung memancing kantuk dengan bincang-bincang dengan Pak Sitor. Malam itu aku tidak terlalu khawatir sebab aku merasa ada yang melindungi.

Sampai aku di ruang tamu aku lihat Pak Sitor masih berbaring namun matanya belum tidur, ia kaget dan disangka aku telah tidur. Aku lalu duduk di depannya dan bilang mataku nggak mau tidur, ia cuman senyum dan bilang mungkin aku ingat suamiku. Padahal saat itu aku masih sebal dengan kelakuan suamiku dan aku tanpa sengaja bilang kekesalanku saat itu, mestinya aku tidak boleh bilang pada siapapun suasana hatiku saat itu, namun meluncur begitu saja. Dengan cara bijaksana dan kebapakan ia nasehati aku yang belum merasakan asam garam perkawinan.

Dalam suasana temaram cahaya lampu saat itu aku tidak menyadari kapan Pak Sitor pindah duduk kesampingku. Aku kurang tahu kenapa aku membiarkannya meraih jemariku yang masih melingkar cincin berlian perkawinanku dan merebahkan kepalaku didadanya. Aku merasa terlindung dan merasa ada yang menampung beban pikiranku selama ini. Dalam pada itu Pak Sitorpun membelai rambutku seolah aku adalah istrinya, lalu terus kebalik telingaku dan menghembuskan nafasnya yang hangat. Aku terlena dan membiarkannya terus berbuat itu, lalu ia cium telingaku dan terus bergeser ke bibirku. Aku tak menyadari bahwa itu orang lain. Aku salah langkah, dan menilai orang. Pak Sitorpun mengulum bibirku beberapa saat dan tangannya juga tidak tinggal diam dengan terus merabai buah dadaku yang terbungkus BH dan kaos tidur itu.

Bersambung...